Rabu 13 Apr 2016 14:01 WIB

Duka Korban Penggusuran Pasar Ikan di Atas Sampan Nelayan

Rep: C21/ Red: Ilham
Suasana penggusuran kawasan permukiman Pasar Ikan Luar Batang, Penjaringan
Foto: Antara/Andika Wahyu
Suasana penggusuran kawasan permukiman Pasar Ikan Luar Batang, Penjaringan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sudah tiga hari pasangan warga RW4/RT12, Ocha (56 tahun) dan Bashri (73) tinggal di atas sampan yang biasa digunakan untuk melaut. Bashri belum dapat berlayar mencari nafkah karena sampan itu masih terisi penuh dengan barang-barang.

"Sudah dari hari Senin tinggal di sampan," kata dia, Rabu (13/4).

Ocha menunggu rumah 12 kamar miliknya hingga Senin (11/4) lalu, sebelum sebuah eksavator menghantam dan meruntuhkan bangunan itu. Keluarga nelayan itu memang tak bisa mempertahankan rumahnya dari penggusuran karena dijaga ribuan aparat.

Di atas sampan itu, Ocha masih mengingat hari-hari yang biasa dia nikmati sebelum penggusuran. Biasanya dia bisa menjual ikan Kembung Rp 25 ribu perkilogram hasil tangkapan suaminya. Sekali-kali suaminya juga membawa Tengiri yang berharga Rp 30 ribu per kilogram.

"Saat suami saya melaut, biasanya dapat ikan seberat enam kilogram yang perkilogramnya dihargai Rp 25 ribu - Rp 30 ribu," kata dia.

Selain itu, dulu dirinya mengandalkan uang sewa rumahnya. Sebanyak 12 pintu kamar di rumahnya itu ia kontrakan kepada pendatang. Untunglah para pengontrak itu sudah angkat kaki sejak kabar pembongkaran mencuat, dan tak melihat kepedihan Ocha dan keluarganya.

Meskipun sudah mendapatkan rusun Rawa Bebek, namun Bashri tetap ingin menjadi seorang nelayan. Sehingga dirinya tetap berada di kapal itu. Ataupun pulang ke Bone Palaka, Sulawesi, tempat asalnya. "Sampai mati hidup saya dari hasil laut," kata dia.

Ocha dan Basri terus menatap pemandangan yang saat ini sudah berbeda. Di tanah yang kemarin berdiri rumahnya, kini tersisa puing sisa tembok. Ocha ingin melihat sampai semua bangunan rumahnya bersih, lalu pindah ke rusun Rawa Bebek. Namun suaminya tetap akan bertahan untuk menjadi seorang nelayan. "Sampai mati," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement