REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat politik Polcomm Institute Heri Budianto mensinyalir adanya gerakan mendikte presiden soal reshuffle kabinet. Gerakan itu kata Heri diinisiasi oleh partai politik pendukung pemerintah yang belum puas dengan jatah kursi di kabinet. “Ada gerakan politik yang mencoba mendikte presiden soal isu reshuffle yang belakangan muncul,” kata Heri kepada wartawan di Jakarta, Selasa (12/4).
Reshuffle kabinet merupakan hak prerogatif presiden yang dilakukan berdasarkan penilaian kinerja. Heri mengatakan tidak sepatutnya partai pendukung pemerintah mendikte presiden demi menambah jatah kursi kabinet. “Menurut saya secara politik ini tidak pantas dilakukan,” ujar Heri.
Salah satu kursi kabinet yang menjadi incaran partai besar adalah Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang saat ini dijabat politikus Partai Kebangkitan Bangsa Marwan Jafar. Heri melihat massifnya unjuk rasa sejumlah pihak yang mengkritik kebijakan Kementerian Desa soal seleksi terbuka bagi seluruh calon pendamping desa merupakan bagian dari manuver politik. “Ada kekuatan politik besar yang ingin merebut kursi Kementerian Desa,” kata Heri.
Sebab menurut Heri kebijakan Kementerian Desa menerapkan seleksi terbuka bagi seluruh calon pendamping desa sudah sejalan dengan amanat undang-undang. “Karena selama ini kita ketahui apa yang dilakukan Mendes itu ada mekanisme dan UU yang mengatur,” ujar Heri.
Heri berharap partai politik pengusung pemerintah bersinergi menjalankan program yang telah dicanangkan presiden. Manuver politik yang bertujuan saling berebut jatah kursi menteri hanya akan merugigan rakya
Sebelumnya sejumlah massa dari Barisan Nasional Pendamping Desa (BNPD) menggelar aksi untuk rasa di depan Istana Negara, Selasa (12/4). Mereka menuntut agar masuk sebagai pendamping desa dan Mendes mencabut surat Dirjen PPMD KEMENDES PDTT No. 749/DPPMD/III 2016 tanggal 31 Maret 2016 perihal kontrak tenaga kerja pendamping 2016.