Selasa 12 Apr 2016 08:22 WIB

Dokumen Investigasi Pelanggaran Reklamasi akan Diserahkan ke KPK

Penggeledahan oleh penyidik KPK.   (ilustrasi)
Foto: Antara
Penggeledahan oleh penyidik KPK. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) segera menyerahkan dokumen hasil laporan sejumlah pelanggaran izin termasuk dugaan korupsi reklamasi Center Poin of Indonesia (CPI) di kawasan pesisir Tanjung Bunga Makassar, Sulawesi Selatan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Dalam waktu dekat seluruh dokumen hasil investigasi terkait pelanggaran izin dan adanya dugaan korupsi penggunaan APBD sejak mulainya proyek tersebut bersumber dari APBD segera kami serahkan ke KPK," ungkap Presidium KAMK Sulsel, Syamsuddin Alimsyah di Makassar, Senin (11/4).

Menurut dia, ada dugaan pelanggaran berat dalam mega proyek tersebut. Pihaknya akan menyerahkan seluruh pelanggaran dan dugaan korupsi APBD selama 2009-2013 dengan jumlah total Rp164 milIar dengan rincian Rp141 dari APBD dan Rp23 dari Pinjaman Investasi Pemerintah (PIP).

Selain itu, perjanjian kerja sama (PKS) reklamasi CPI antara Pemprov Sulsel dengan PT Yasmin Bumi Asri diduga penipuan, karena dinilai hanya menguntungkan pihak investor. PKS juga diduga merugikan pemerintah karena Yasmin kemudian bekerja-sama dengan Ciputra Grup.

"Pekerjaan PT Yasmin adalah reklamasi berupa penimbunan dan pengurukan serta pembangunan Talud seluas 157,23 hektare. Padahal Pemprov Sulsel sebelumnya sudah mengerjakan penimbunan itu sejak 2009 menggunakan anggaran negara," paparnya kepada wartawan dalam ekspos kasus di kantor KOPEL Indonesia.

Direktur Utama Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia ini juga menyebut pekerjaan reklamasi itu belakangan dilakukan PT Ciputra Grup bukan PT Yasmin sesuai dalam PKS. Diduga kuat PT Yasmin tidak kualifaid dalam melakukan reklamasi dan hanya sebagai perantara proyek tersebut.

"Setelah PKS itu ditandatangani pada 29 Juli 2013, investor mulai melakukan penimbunan, namun yang mengerjakan adalah perusahaan lain yakni PT Ciputra Grup. Ironisnya, lahan yang ditimbun malah dipasarkan antara Rp13 juta - Rp24 juta per meter, padahal masih bermasalah," ungkapnya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement