Senin 11 Apr 2016 15:59 WIB

PDIP: Risma Gambaran Kepemimpinan Wong Cilik

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam bedah buku Tri Rismaharini di Unair Surabaya, Senin (11/4).
Foto: Ist
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam bedah buku Tri Rismaharini di Unair Surabaya, Senin (11/4).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memiliki sentuhan politik dalam wajah kerakyatan, wajah penuh nilai-nilai kemanusiaan yang mengintegrasikan harapan rakyat dengan keputusan politik yang diambilnya. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, Kota Surabaya menjadi contoh kepemimpinan yang menjadikan wong cilik sebagai sumber inspirasi.

Melalui sentuhan manajemen modern berbasiskan teknologi informasi (IT), kata dia, Risma memiliki disiplin tinggi untuk bergerak ke bawah bersama rakyat. "Itulah nafas kepemimpinan Risma sehingga Surabaya hadir sebagai kota yang indah, penuh dengan ruang publik hijau," ujar Hasto saat membedah buku berjudul Merajut Kemelut: Risma, PDI Perjuangan dan Pilkada Surabaya di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Senin, (11/4).

Hasto mengatakan, PDIP sebagai partai yang terus menerus memperbaiki diri, selalu membuka ruang bagi terbitnya buku-buku politik sebagai karya ilmiah populer untuk menjabarkan tradisi politik yang membangun peradaban.

Dengan menggunakan model kepemimpinan sebagaimana dikaji Jim Collins dalam Buku Good to Great yang kemudian dilengkapi dengan Great by Choice, Hasto menegaskan watak kepemimpinan Risma yang merumuskan visi atas dasar kolektivitas "pemerintahan" yang dipimpinnya.

"Risma merombak tatanan kerja birokratis menjadi sederhana yang melayani publik dan kepemimpinan yang membangun peradaban karena fokus perhatian Risma pada wong cilik. Demikian halnya Risma mampu menghadapi fakta-fakta yang brutal sekalipun, dan tetap memilih langkah membangun organisasi," ujar Hasto.

Di menambahkan, dalam diri Risma mengajarkan tiga hal, yaitu ahli dalam menata kota dengan ruang terbuka dan kemanusiaan, terbuka dalam manajemen proyek dan pengadaan daerah karena sistem e-lelang dan Risma menyatukan ruang batin rakyat dengan pemerintahan daerah.

Selain Hasto, hadir juga dosen politik Fisip Unair Priyatmoko dalam bedah buku yang digelar Departemen Ilmu Politik Unair. Buku tersebut ditulis wartawan LKBN Antara Abdul Hakim bersama politikus PDIP Surabaya Didik Prasetiyono. Risma yang direncanakan datang, berhalangan hadir dalam acara ini.

Priyatmoko dalam membahas buku tersebut menggambarkan bagaimana kehadiran Risma sebagai anomali dalam demokrasi. "Kami sering mengkritisi model demokrasi partai yang sentralistik, namun Risma lahir dalam model kepartaian seperti itu. Tanpa adanya Megawati yang menjadi pemimpin sentral PDIP, niscaya Risma tidak lahir. Sebab keputusan Risma saat itu adalah keputusan dari atas," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement