Ahad 10 Apr 2016 03:16 WIB

Yusril: PPP yang Sah Dipimpin Djan Faridz

Rep: Agus Raharjo/ Red: Indira Rezkisari
Ketua umum PPP terpilih Romahurmuziy (Romy) diarak saat pemilihan ketua dalam Muktamar PPP VIII di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, Sabtu (9/4). Romahurmuziy terpilih sebagai ketua umum PPP dalam Muktamar PPP ke-VIII periode 2016-2021 melalui musya
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ketua umum PPP terpilih Romahurmuziy (Romy) diarak saat pemilihan ketua dalam Muktamar PPP VIII di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, Sabtu (9/4). Romahurmuziy terpilih sebagai ketua umum PPP dalam Muktamar PPP ke-VIII periode 2016-2021 melalui musya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra ikut berpendapat soal kisruh internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Yusril pernah berada dalam situasi sebagai Menteri Kehakiman saat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) terbelah. Menurutnya, sebagai orang hukum, keputusan Mahkamah Agung (MA) sudah sangat jelas mengatakan kepengurusan yang sah dan betul adalah DPP PPP yang dipimpin Djan Faridz.

“Baik hati nurani saya maupun akal pikiran saya mengatakan yang sah adalah (PPP) yang dipimpin oleh Pak Djan Faridz,” ujar Yusril di Jakarta, Sabtu (9/4).

Menurutnya, putusan MA sudah berkekuatan hukum tetap dan tidak bisa ditafsirkan lain. Kalaupun Menteri Hukum dan HAM tidak bersedia melaksanakan putusan hukum yang sudah dikeluarkan MA, seluruhnya menjadi tanggungjawab dan risiko Yasonna Laoly sendiri.

Yusril mengingatkan bahwa posisi Menteri Hukum dan HAM seharusnya seperti Kantor Urusan Agama (KUA). Yaitu bersifat administratif saja kalau seluruh syarat pengajuan pengesahan partai politik sudah terpenuhi. Tidak bisa seorang kepala KAU menunda mengeluarkan surat nikah dengan alasan tidak setuju seseorang menikah.

“Jadi persoalan yang dibuat oleh Laoly sebenarnya membuat kisruh Golkar dan membuat kisruh PPP,” tegas dia.

Mantan Menteri Kehakiman yang memberikan SK pada kepengurusan PKB Muhaimin Iskandar ini menyarankan agar Menkumham menjalankan politik berdasarkan hukum. Bukan menjalankan hukum berdasarkan pertimbangan politik. Menmumham sebagai bagian dari pemerintah sebaiknya bersikap obyektif. Dalam Undang-Undang Partai Politik dulu dan sekarang pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk membina partai politik dan tidak boleh mencampuri urusan internal parpol.

Yusril menceritakan, saat menjabat sebagai menteri Kehakiman, harus menghadapi persoalan pecahnya PKB. Padahal, waktu itu, Ketua Umum PKB, Abdurrahman Wahid menjabat sebagai Presiden RI. Namun, Menteri Kehakiman harus bersikap obyektif sesuai fakta hukum yang final. Akhirnya, kubu Matori Abdul Jalil diputus menang dalam pengadilan dan Yusril mengesahkan kepengurusan yang telah diketuai oleh Muhaimin Iskandar.

“Jadi saya tidak memihak apa-apa, saya melaksanakan tugas seperti keputusan MA,” tegas dia.

Kondisi berbeda ditunjukkan Menkumham Yasonna Laoly yang justru mengabaikan putusan MA yang telah memutus kepengurusan PPP yang sah adalah hasil muktamar Jakarta yang dipimpin oleh Djan Faridz. Menkumham justru menghidupkan kembali SK yang sudah mati, kepengurusan hasil muktamar Bandung. SK Bandung ini dijadikan kubu Romi sebagai dasar untuk menggelar muktamar di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement