REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Jumlah kasus perceraian di Kabupaten Sleman semakin meningkat. Namun permohonan cerai justru lebih banyak diajukan oleh perempuan. Ketua PKK Sleman Kustini Sri Purnomo menyampaikan, kondisi ini kebanyakan dilatarbelakangi oleh faktor gender dan feminisme.
"Itu perempuan yang mengajukan cerai kebanyakan mereka sudah mapan. Punya kerja sendiri. Bukan yang dari kalangan perempuan pendidikan rendah yang hanya ibu rumah tangga," katanya pada Republika.co.id, Kamis (7/4).
Menurut dia, kondisi tersebut sering kali memunculkan keberanian bagi para istri untuk menggugat cerai suami. Kustini mengemukakan, sebenarnya perempuan bekerja memiliki dampak positif. Dimana ia bisa mandiri dan ikut memenuhi kebutuhan keluarganya. Namun di sisi negatif memang mengurangi, bahkan menghilangkan rasa kebergantungan istri terhadap suami.
Padahal dalam biduk rumah tangga, seharusnya suami dan istri saling menghormati. Keduanya pun harus saling mengerti dan berjuang mempertahankan tali pernikahan. Di sisi lain suami juga harus mencoba memahami keinginan istri. Jangan sampai perceraian terjadi karena pasangan suami istri tidak pernah berkomunikasi.
Kustini menyayangkan tingginya tingkat perceraian di masyarakat. "Ini kan tidak bagus ya. Apalagi untuk perkembangan keluarga yang sudah memiliki anak," paparnya. Maka itu, untuk menekan tingkat gugat cerai dari pihak perempuan, PPK mengadakan sosialisasi rutin mengenai pentingnya peran keluarga bagi masyarakat.
"Kami terangkan pada ibu-ibu, kalau pendapatannya itu untuk keluarga juga. Jadi harus saling bantu dengan suami," tutur Kustini. Selain sosialisasi, Pemkab Sleman melalui Kepala Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPMPP) membuka dan melakukan pendampingan terhadap istri-istri yang memiliki masalah dengan suaminya.
Berdasarkan data Pengadilan Agama pada 2014, kasus perceraian di Sleman berjumlah 1.389 kejadian. Angka tersebut terdiri dari cerai talak (pengajuan cerai oleh suami) sebanyak 402 dan cerai gugat (pengajuan cerai oleh istri) 987 kasus. Sementara pada 2015 jumlahnya meningkat menjadi 1.509 kasus. Angka tersebut terdiri dari cerai talak 464 dan cerai gugat 1.045 kasus.
Pada 2016, dari Januari hingga Februari kasus cerai yang masuk berjumlah 170 perkara. Sebanyak 59 merupakan cerai talak, dan sisanya cerai gugat. Humas Pengadilan Agama Sleman, Marwoto menyampaikan, kondisi ini cukup mengkhawatirkan. Pasalnya perceraian menandakan kualitas rumah tangga yang buruk.