Senin 04 Apr 2016 17:55 WIB

Pengamat: Pendorong Reshuffle tak Bisa Kerja dan Haus Kekuasaan

Jokowi
Foto: setkab.go.id
Jokowi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Santernya isu reshuffle kabinet yang diberitakan sejumlah media massa mendapat respon kecut dari para pakar.

Guru Besar Ilmu Politik dari Universitas Indonesia (UI) M Budyatna mengatakan, pihak-pihak yang mendorong Presiden Jokowi melakukan reshuffle kabinet adalah orang-orang yang sebenarnya tidak bisa bekerja, namun sangat haus akan jabatan dan kekuasaan.

" Apa pak Jokowi mau diintervensi dengan menggencarkan isu reshuffle. Ini kan mainan orang-orang oportunis yang haus jabatan dan kekuasaan. Syukurnya pak Jokowi sebagai presiden tidak mau disetir dan diintervensi. Beliau sudah belajar dari pengalaman saat menyusun kabinet di awal-awal yang memang banyak sekali tekanan," ujar Budyatna kepada wartawan di Jakarta, Senin (4/4).

Budyatna menambahkan, masyarakat Indonesia terutama di desa-desa harus dijauhkan dari intrik elit-elit politik yang oportunis dan haus kekuasaan. Presiden Jokowi pun sebenarnya sudah sangat memahami saat ini para menteri sebagai pembantu presiden sedang giat-giatnya bekerja untuk mensejahterakan masyarakat.

"Makanya pak Jokowi tidak mau diintervensi. Beliau tegas bilang agar para menteri anggota kabinet tetap fokus bekerja. Kalau masih saja ada yang ribut minta reshuffle, patut diyakini mereka itu adalah orang yang tidak bisa kerja. Jika diberikan jabatan mereka hanya bisa duduk manis minta fasilitas tapi tidak ada buah kinerjanya untuk rakyat," imbuhnya.

Menurut Budyatna, bahwa Presiden Jokowi sangat sadar selama ini terus ditekan secara halus maupun dengan terang-terangan. Tekanan itu khususnya datang dari oleh orang-orang bawaan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Ketum NasDem Surya Paloh. Bahkan tekanan itu juga masuk melalui Ketum PDIP Megawati Soekarnputri.

"Tiga orang ini yang terus ingin merongrong kewenangan pak Jokowi sebagai presiden. Syukurnya pak Jokowi sudah sadar akan hal itu, beliau tidak mau diintervensi. Sebab yang paling tau kinerja menteri adalah presiden. Ngaipain yang luar ikut intervensi? bilang aja mau jabatan, mau proyek, mau kepentingannya dipenuhi. Ini rakus namanya," tegas Budyatna.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement