REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi menegaskan dia tidak pernah memerintahkan untuk mengeluarkan surat fasilitas perjalanan yang mengatasnamakan dirinya. "Perisitiwa tersebut di luar sepengetahuan saya, tidak ada instruksi dan perintah, bahkan saya larang. Faktanya, surat itu ternyata bukan dikirimkan dalam hardcopy, tapi via email," ujar Menteri Yuddy saat ditemui di Kantor Kemenpan-RB di Jakarta, Senin(4/4).
Dia menjelaskan, dalam kenyataannya konsulat jenderal yang dikirimi surat tersebut juga mengaku tidak menyediakan fasilitas yang diminta oleh pihak yang bersangkutan. Bahkan saat Yuddy menanyai secara langsung Wahyu Dewanto, dia mengaku tidak menggunakan fasilitas atau pembiayaan negara seperti yang diberitakan sebelumnya.
"Setelah saya cek juga, ternyata surat yang diterima Reza (Sespri Menpan-RB) ternyata bukan surat permohonan fasilitas. Tetapi itinerary atau jadwal perjalanan. Jadi Reza salah menginterpretasikan," tutur Menteri Yuddy menjelaskan.
Oleh sebab itu, dalam kasus ini terdapat faktor salah pengertian oleh Sespri Menpan-RB Reza Fahlevi, yang berlanjut pada staf bawahannya yang juga mengira surat tersebut atas perintah Menteri Yuddy. Oleh sebab itu, Menteri Yuddy juga telah meminta kepada seluruh jajaran aparatur sipil negara dan pejabat birokrasi agar tidak mudah percaya dengan adanya surat yang mengatasnamakan menteri dari lembaga terkait.
"Saya ingatkan untuk seluruh kementerian lain, apakah surat yang mengatasnamakan staf khusus atau staf pribadi untuk jangan mudah percaya. Lakukan konfirmasi yang benar. Jika benar dilakukan tanpa konfirmasi kan menterinya akan bertanggungjawab di kemudian hari," tukasnya.
Atas kejadian ini, Menteri Yuddy mengatakan akan mengambil hikmah bahwa beredarnya gambar surat tersebut di masyarakat menandakan tidak ingin lagi adanya praktik pencatutan nama. Selain itu, integritas aparatur negara juga harus diperbaiki dan ditingkatkan untuk menambah kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
"Lalu yang terpenting adalah jangan mudah percaya pada surat perintah yang mengatasnamakan menteri atau presiden, seperti yang sudah pernah terjadi sebelumnya dan berakibat pada gaduhnya pemerintahan dan masyarakat," ujar Yuddy menegaskan.