REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan meresmikan pengoperasian peralatan fasilitas sistem penunjang berupa Computerized Base Assessment atau penilaian berbasis komputer dan simulator real anjungan kapal atau Full Mission Bridge Simulator di Dewan Penguji Keahlian Pelaut.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Laut Umar Aris dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, menyebutkan nilai investasi peralatan tersebut kurang lebih Rp69,9 miliar dan simulator kamar mesin - Engine Room Simulator senilai Rp54,02 miliar.
"Sebagaimana diketahui penggunaan simulator sudah menjadi kewajiban sesuai amanat Konvensi STCW 1978 dan amandemennya Regulasi I/12 yang diimplementasikan dengan PM 70 tahun 2013 pasal 16 baik dalam rangka diklat maupun pengujian atau 'assessment' (penilaian)," katanya.
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi STCW (Standard of Training, Certification and Watch Keeping ) dengan Keputusan Presiden nomor 60 tahun 1986 tentang pengesahan International Convention on Standard of Training, Certification and Watch keeping for Seafarers 1978.
Sesuai Konvensi STCW 1978 beserta Amandemennya pada Regulasi I/6 yang telah di Implementasikan dengan Peraturan Menteri Nomor PM 70 tahun 2013 tentang Pendidikan dan Pelatihan, Sertifikasi serta Dinas Jaga Laut. pada pasal 10 bahwa penyelenggaraan dan pengawasan Ujian Keahlian Pelaut dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut.
Untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya kemudian Pelaksana Tuhas Dirjen Hubla membentuk Dewan Penguji Keahlian Pelaut (DPKP) dengan Surat Keputusan Dirjen Hubla No. HK.103/2/16/DJPL-13 tanggal 24 Desember 2013.
DPKP merupakan suatu lembaga pengujian pelaut yang secara independen berfungsi memastikan bahwa pelaut setelah melaksanakan diklat dan pengalaman masa layar telah memenuhi kompetensi yang dipersyaratkan baik dari segi keterampilan (skill), ilmu pengetahuan (knowledge) dan cara berpikir (attitude).
Umar menjelaskan Fungsi kegiatan Sistem Pengujian Kompetensi Pelaut menggunakan ruang simulator mesin adalah agar para pelaut dapat di uji secara lebih objektif terutama dalam mengimplementasikan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah diterima dari lembaga Diklat maupun dari pengalaman yang telah dialami.
"DPKP wajib mengimprovisasi sistem pengujian pelaut melalui berbagai terobosan. Tentu saja harus memperhatikan aspek integritas yang tinggi, objektivitas dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi," kata Umar.
Dia beharap menjadi momentum pengembangan DPKP secara kelembagaan yang mandiri.
Menurut dia, hal tersebut sejalan dengan kebijakan Pemerintah Indonesia untuk Negara Indonesia sebagai poros maritim dunia pada tahun 2019.
Untuk itu, Umar menegaskan, perlu usaha keras bersama dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana serta sumber daya manusianya.
"Manfaatkan semua fasilitas pengujian komprehensif secara maksimal dan terus menggali, dalam meningkatkan ilmu pengetahuan maupun teknologi, khususnya yang mendukung kemajuan dunia maritim," katanya.
Selain itu, lanjut dia, untuk membangun pengetahuan global diperlukan pengembangan kemampuan dalam segi bahasa internasional dan sistem teknologi informasi.
"Namun semua itu, akan menjadi tidak bermanfaat tanpa penguatan dalam penilaian kepribadian, moral atau sikap yang baik," katanya.