REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute Criminal Justice Reform (ICJR) menilai lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan Indonesia sudah mengalami situasi yang mengkhawatirkan karena overkapasitas yang telah berlangsung lama.
Dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (31/3), Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan dari pengamatan pihaknya, penghuni penjara bertambah dua kali lipat dari 71.500 menjadi 144.000 orang pada tahun 2004 hingga 2011, padahal kapasitas penjara hanya bertambah kurang dari dua persen.
"Pada Juli 2015, menurut Sistem Database Pemasyarakatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan ada 178.063 penghuni yang tersebar di 477 lapas/rutan," ujar dia.
Sebanyak 34 persen dari jumlah tersebut, lanjut dia, adalah tahanan pra-persidangan, sedangkan kepadatan penghuni lapas/rutan secara nasional sudah berkisar di angka 145 persen, bahkan di sejumlah penjara besar jumlah penghuni mencapai 662 persen dari kapasitas yang tersedia.
Menurut Supriyadi, overkapasitas penghuni menyebabkan kondisi internal lapas/rutan kurang pengamanan. "Rasio jumlah petugas jaga terhadap penghuni sangat rendah sekali. Hal ini menyebabkan pengelolaan lapas/rutan menghadapi tantangan yang cukup serius dalam bentuk meningkatnya tingkat kekerasan serta tindakan kriminal," ujar dia.
ICJR melihat walaupun pemerintah telah mengeluarkan kebijakan kriminal yang bertujuan mengurangi jumlah narapidana, tetapi kebijakan itu belum mengatasi masalah lapas.
Untuk itu, pihaknya mendorong pemerintah melakukan evaluasi serius atas kebijakan pemidanaan di Indonesia, khususnya untuk mengantisipasi overkapasitas penghuni lapas.
"Tindakan untuk situasi yang cepat juga dibutuhkan, seperti memprioritaskan penanganan lapas-lapas besar dengan kebijakan transisi untuk mengurangi dampak kerusuhan dan masalah keamanan," tutur Supriyadi.
Kerusuhan terjadi di Lapas Malabero, Bengkulu pada Jumat (25/3). Sebelumnya kerusuhan juga terjadi di Lapas Kerobokan, Denpasar pada akhir 2015.