REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- sejumlah narapidana koruptor masih mendapatkan perlakuan istimewa selama menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Perlakuan istimewa itu antara lain kemudahan memiliki dan menggunakan telepon genggam atau laptop di dalam Lapas. Selain itu, para napi tersebut juga masih dapat menerima kunjungan selain di ruang besuk, dan bahkan di luar jam besuk atau jam kunjungan.
Hal ini diungkapkan peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Laola Easter. Menurutnya, perlakuan istimewa itu menjadi cermin masih buruknya pengelolaan lembaga pemasyarakatan. Salah satu perlakuan istimewa terhadap para narapidana koruptor itu terjadi di Lapas Sukamiskin, Bandung.
Untuk itu, Laola mengungkapkan, pihaknya meminta Menteri Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasona Laoly, untuk segera melakukan penghapusan keistimewaan atau fasilitas khusus terhadap napi koruptor. Selain itu, aturan soal tata tertib narapidana selama di rutan dan lapas harus ditegakan serta diberlakukan sama untuk semua narapidana, termasuk narapidana korupsi.
Tidak hanya itu, Menkumham diharapkan bisa melakukan perbaikan pengawasan terhadap para petugas Lapas ataupun jajaran yang berada di bawah pengampuannya, seperti Kakanwil Kemenkumham Jawa Barat ataupun Kalapas Sukamiskin. Pun dengan sanksi tegas terhadap pihak-pihak yang diduga lalai dalam melakukan pengawasan terhadap narapidana koruptor.
"Dengan melakukan pergantian posisi terhadap para pihak yang diduga turut serta atau lalai dalam melakukan pengawasan terhadap napi, mulai dari Kalapas Sukamiskin, hingga Kakanwil Kemenkumham Jawa Barat," ujar Laola dalam keterangan resmi yang diterima Republika, Kamis (31/3).
Laola menambahkan, Menkumham juga harus segera melakukan audit kinerja pengelolaan Lapas dengan membentuk tim audit. Namun, tim audit ini bersifat eksternal dan independen. "Jadi tidak berasal dari Kemenkumham maupun dari pihak DPR," tuturnya.
Lebih lanjut, Laola menjelaskan, perlakuan istimewa yang diterima oleh para narapidana koruptor akan berakibat tidak akan menimbulkan efek jera terhadap narapidana tersebut. Karena itu, ICW, lanjut Laola, menyarankan ada pendekatan penghukuman lain selain pidana badan.
"Melihat masih cukup problematiknya pengelolaan Lapas, mungkin sudah waktunya sanksi sosial diberlakukan bagi terpidana korupsi. Seperti pemiskinan koruptor dan juga dengan mempermalukan para koruptor secara sosial. Hal ini dapat dilakukan, misalnya, dengan pencabutan ijazah, pencabutan hak politik, maupun sanksi sosial lainnya," kata Laola.