Rabu 30 Mar 2016 17:06 WIB

Pakar: Indonesia Harus Tegas Hadapi Klaim Cina

Red: Ilham
Wilayah Natuna yang berdekatan dengan Laut Cina Selatan.
Foto: Antara
Wilayah Natuna yang berdekatan dengan Laut Cina Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar kemaritiman dari Pusat Studi Kebijakan Maritim Tiongkok Universitas Naval War, Boston, Amerika Serikat, Peter Dutton mengatakan, Indonesia harus bersikap tegas dalam menanggapi klaim 'wilayah tradisional penangkapan ikan' Cina.

Pernyataan tersebut disampaikan Dutton dalam telekonferensi di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Rabu (30/3), untuk menanggapi tindakan militer Cina yang menabrak dan merampas barang bukti kapal berbendera Cina di perairan Natuna.

"Indonesia harus melakukan tindakan tegas dalam hal ini, karena Tiongkok percaya bahwa mereka punya suatu hak, bukan berarti mereka bisa melanggar kedaulatan suatu negara," kata dia.

Dutton mengaku telah mengikuti insiden Natuna dari dekat sehingga dapat mengomentari. Cina sudah dipastikan mengklaim tindakan itu di wilayah tradisional penangkapan ikan mereka.

"Padahal, klaim mereka sama sekali tidak masuk akal dan tidak ada dasar hukumnya," katanya.

Menurut Dutton, sejak Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, semua pihak telah menyepakati adanya Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) tiap-tiap negara dan perairan internasional yang terbuka bagi semua pihak.

"Berkat konvensi itu semua negara memiliki ZEE di mana negara lain tidak bisa menangkap ikan di sana, tetapi bisa dilakukan di perairan terbuka, dan ini sudah disepakati hampir 35 tahun yang lalu," katanya.

Dutton menambahkan, konvensi itu membuat klaim-klaim berdasarkan catatan sejarah atau tradisional menjadi tidak relevan lagi.

Pada Sabtu (19/3), kapal pengawas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Hiu 11 mendeteksi adanya pergerakan kapal ikan Cina, Kway Fey 10078 di perairan Natuna Kepulauan Riau. Kapal itu berada di sekitar koordinat 5 derajat lintang utara dan 109 derajat bujur timur yang merupakan kawasan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).

Akibat pelanggaran tersebut, Hiu 11 melakukan pengejaran sambil melepaskan tembakan peringatan, tetapi kapal Kway Fey melarikan diri antara lain dengan melakukan manuver zig-zag. Sekitar pukul 15.00 WIB, kapal berbendera Cina tersebut berhasil dihentikan dan petugas KKP segera menuju kapal Kway Fey untuk mengamankan delapan awak buah kapal (ABK).

Namun, saat KM Kway Fey akan dibawa petugas KKP, tiba-tiba kapal penjaga pantai Cina mendekat, lalu menabrak Kway Fey, dengan dugaan agar kapal ikan asal Cina tersebut tidak bisa dibawa ke daratan Indonesia. Untuk menghindari konflik, petugas KKP meninggalkan Kway Fey dan kembali ke KP Hiu 11 dan hanya berhasil membawa delapan ABK.

sumber : Antara

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement