REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) Ade M Zulkarnain merasa heran atas ketidakberdayaan pemerintah menuntaskan kasus flu burung. Ia melihat, oenyebab utamanya yakni sifat penyelesaian kasus yang reaktif dan melalui pendekatan proyek.
"Flu burung setiap tahun selalu terjadi, ini sudah tahun ke 12 dan tidak selesai-selesai, ironisnya unggas lokal selalu dijadikan kambing hitam," kata dia kepada Republika, Rabu (30/3). Ia menyebut Thailand sebagai contoh sukses penuntasan kasus flu burung yang harusnya bisa dicontoh pemerintah Indonesia.
Menyoal unggas lokal sebagai kambing hitam, ia menyayangkan ketidakjelian pemerintah melihat kasus flu burung. Media massa pun diarahkan untuk mengekspose kasus flu burung di ayam lokal padahal lebih banyak kasus flu burung menimpa ayam ras. Ia menyebut pada 2005 ratusan ribu ayam ras dimusnahkan karena terjangkit flu burung. Tapi kasus tersebut disembunyikan karena sistem pemusnahannya tertutup.
Pemerintah harus serius menanggulangi kasus Avian Influenza sebab 460 orang meninggal karena terpapar flu burung dan 170 di antaranya berasal dari Indonesia. Menurutnya, pernyataan tersebut digulirkan FAO dan WHO. Salah satu bentuk keseriusan misalnya dengan membangun kembali kebijakan restrukturisasi perunggasan yang pernah efektif pada 2006 namun pada 2009 dihilangkan.
Restrukturisasi perunggasan misalnya dengan menata kembali sistem usaha perunggasan lokal maupun ras. "Yang dikencar, diumbar, dilepas, seharusnya tidak boleh, kalau bandel seharusnya pemerintah tegas mencabut izin ushanya," tuturnya. Begitu pun dengan usaha ayam ras jangan sampai berada di dekat permukiman penduduk. Pemerintah juga harus tegas menetapkan zona perunggasan.
Selain itu harus ditegaskan tata laksana ternak unggas yang baik dan intensif dengan konsep biosekuriti serta melakukan vaksinasi sesuai jadwal. Sebab faktanya, khusus untuk peternakan unggas lokal jenis pembibitan, ketaatan dalam penerapan biosekurity masih 20 persen. Sedangkan di sektor budidaya ayam lokal, tingkat ketaatannya baru 40 persen.