Rabu 30 Mar 2016 15:46 WIB

Megawati Sindir Pembangunan Gedung Pencakar Langit

Rep: Agus Raharjo/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat meninjau pameran kerakyatan binaan partai saat berlangsungnya Rapat Kerja Nasional I PDI Perjuangan di Hall D2 Pekan Raya Jakarta, Kemayoran, Jakarta, Senin (11/1). (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat meninjau pameran kerakyatan binaan partai saat berlangsungnya Rapat Kerja Nasional I PDI Perjuangan di Hall D2 Pekan Raya Jakarta, Kemayoran, Jakarta, Senin (11/1). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Presiden Kelima RI, Megawati Soekarnoputri menyindir pembangunan gedung pencakar langit sebagai bentuk modernisasi. Menurutnya, modernisasi harus memertimbangkan prosentase masyarakat menengah atas dan menengah bawah.

Kalau pemerintah hanya mementingkan pembangunan untuk memberi fasilitas kelompok menengah atas, itu keliru. “Kita harus mikir rakyat ‘the have’ (mampu) itu berapa persen, dan kurang mampu berapa persen, mestinya yang harus dipikirkan adalah yang kurang mampu dulukan, bukan yang ‘the have’,” tutur dia di Jakarta, Rabu (30/3).

Megawati mengatakan, jangan sampai modernisasi justru mementingkan untuk kelompok masyarakat mampu yang jumlahnya jauh lebih sedikit dibanding dengan kelompok masyarakat tidak mampu.

PDIP dalam rakernas pertama beberapa waktu lalu juga menegaskan perlunya haluan pembangunan nasional agar pemerintah dan seluruh masyarakat memiliki arah yang jelas atas pembangunan.

Sebagai pengikut Sukarno, PDIP menawarkan konsep yang dulu pernah dirancang Presiden pertama RI tersebut. Yaitu menggunakan Pola Pembangunan Semesta Berencana. MPR yang seharusnya menjadi lembaga tertinggi negara memiliki tugas dan kewajiban untuk menentukan pola pembangunan nasional tersebut.

“Pola yang disusun kemudian menjadi satu pola nasional, bukan milik Dewan Perancang Nasional, atau pemerintah saja, tapi milik seluruh masyarakat,” tegas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement