Senin 28 Mar 2016 14:14 WIB

Kemendagri: Terbitkan KTP Lama Bisa Dipidana

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Seorang pegawai Kelurahan menunjukan e-KTP yang sudah jadi di Kelurahan Gondangdia, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat.
Foto: Antara/Zabur Karuru
Seorang pegawai Kelurahan menunjukan e-KTP yang sudah jadi di Kelurahan Gondangdia, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrullah menegaskan Ditjen Dukcapil sudah tidak melakukan penerbitan untuk KTP non elektronik (KTP berbasis SIAK) sejak diberlakukannya KTP Elektronik (KTP-el). Sehingga menurutnya jika masih ada penerbitan KTP non elektronik adalah bentuk pelanggaran hukum.

"KTP Siak (lama) ini sudah enggak boleh sejak 1 Januari 2015, jadi kalau masih ada ini, bisa dipidana," kata Zudan di Kantor Ditdukcapil Kemendagri, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (28/3).

Hal ini disampaikannya menyusul masih adanya penerbitan KTP non elektronik di sejumlah daerah. Zudan menegaskan akan ada sanksi pidana dan proses hukum bagi petugas Dukcapil yang masih menerbitkan KTP non elektronik.

Zudan mengatakan, hal itu sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 dan Peraturan Presiden (Perpres) 112 tahun 2013 tentang Penerapan KTP Berbasis NIK secara nasional bahwa kartu identitas penduduk yang berlaku saat ini untuk usia 17 tahun ke atas hanya KTP Elektronik (KTP-el). 

Lantaran itu, saat ini Kemendagri terus menyosialisasikan ke dukcapil daerah perihal hanya berlakunya KTP-el. Selain itu, ia juga mendorong agar penduduk yang belum memiliki KTP-el untuk segera merekam maupun melakukan proses pencetakan.

"Kita imbau ke penduduk untuk segera rekam kalau yang belum rekam, atau yang sudah rekam tapi belum jadi, coba dicek apakah dia merekam beberapa kali, karena kalau datanya ganda tidak akan tercetak," ujarnya.

Apalagi menurutnya, Kemendagri juga mengeluarkan kebijakan proses penyederhanaan rekam KTP-el tanpa harus di daerah asal domisili. Menurutnya, penduduk bisa merekam dengan menyertakan surat pengantar dari tempat ia tinggal saat itu.

Hal ini dalam rangka menekan jumlah penduduk yang belum melakukan proses perekaman yakni 25 juta jiwa per 31 Desember 2015. "Mulai 1 April 2016 kita ingin semua berlaku di Indonesia, ini agar bisa merapikan kependudukan kita," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement