Pendamping Desa lanjut Erani, memiliki kode etik yang harus dijalankan. Kode etik tersebut tertuang dalam Undang-Undang No 6 Tentang Desa dan Permendes No 3 Tahun 2015 tentang Pendamping Desa. Dalam Undang-Undang tersebut, melarang adanya pendamping desa yang berafiliasi dengan partai politik.
“Saya ingin bertemu dengan mereka yang menyampaikan isu ini. Jangan ada dustalah di antara kita, bila perlu kita bikin telanjang kementerian ini. Tidak ada yang ditutup-tutupi,” ujarnya.
Erani menjelaskan, rekrutmen pendamping desa diselenggarakan oleh Satuan Kerja Provinsi. Kementerian Desa, Pebangunan Daerah Tertinggal dan Transmirasi (Kemendes PDTT), memberikan panduan rekrutmen dengan menugaskan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (BPMD) Provinsi sebagai penyelenggara. Rekrutmen dilakukan terbuka, dengan memberikan kewajiban pada setiap provinsi untuk mengumumkan pendaftaran di melalui media massa.
“Pengumuman minimal 1 minggu. Di luar itu, ada persyaratan pendidikan, pengalaman, umur dan sebagainya. Jika terdapat dugaan intervensi partai politik yang mengatur rekrutmen pendamping desa, cek gubernurnya siapa. Maka akan dengan mudah dilacak siapa partai yang diuntungkan,” ujarnya.