REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Batik garutan asal Garut, Jawa Barat, dinilai memiliki keindahan tersendiri dengan ciri khasnya. Meski motifnya sederhana, tidak kalah dengan batik daerah lain.
Itu diungkapkan Hartono Sumarsono dalam peluncuran buku Batik Garutan di Jakarta Convention Center, Rabu (23/3) petang. "Batik Garut dan Tasik sederhana, tapi cantik sekali."
Tidak hanya itu, kekhasan batik garutan terletak pada warna latar gumading alias kuning gading. Juga, tiap ujung kain dilinting tipis membentuk keliman kecil lalu disom. Jahitan seperti itu diberi istilah beulit kacang.
Dari 300 kain batik garutan koleksi Hartono, semuanya dijahit beulit kacang. Mengapa namanya garutan?
Pria kelahiran Arjawinangun, Jawa Tengah, 1953 itu mengatakan dahulu kala pembatik Garut lebih pandai berjualan ketimbang Tasikmalaya sehingga tempat yang dulu dikenal sebagai Swiss van Java itu lebih menonjol. "Sekarang sepertinya terbalik ya," komentar pendiri toko Batik Kencana Ungu dan Batik Citra Lawas itu.
Dalam perkembangannya, batik Garut dan Tasikmalaya banyak dipengaruhi tempat-tempat lain. Corak kawung, parang, dan sidomukti dipengaruhi Solo dan Yogyakarta. Warna-warna cerah, seperti merah jambu dan ungu muda, adalah pengaruh Pekalongan yang disesuaikan dengan selera setempat.
Motif awan mega mendung Cirebon menjelma menjadi Tiga Dara dalam batik garutan. Ada juga corak unggas, seperti bangau, merak, manuk dadali, juga motif unik seperti Gunung Cikuray.
Batik Garutan adalah buku ketiga Hartono. Sebelumnya, ia sudah menulis Batik Pesisir Pusaka Indonesia dan Benang Raja: Menyimpul Keelokan Batik Pesisir.