REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, adanya kericuhan antara taksi online atau dalam jaringan (daring) dan taksi konvensional yang terjadi di Jakarta sebetulnya masalahnya karena persaingan bisnis. "Karena bila banyak bisnis sejenis taksi online, yang khawatir bukan sopir saja, melainkan juga pemiliknya. Ini kan masalah persaingan bisnis, pemegang saham takutnya perusahaan tutup sehingga sopir bisa di-PHK," kata Sultan HB X kepada wartawan di Kepatihan, Yogyakarta, Rabu (23/3).
Menurut Sultan, mereka yang menyelenggarakan angkutan daring, seperti taksi yang berpelat hitam, itu tidak bayar pajak sehingga prosedur perizinan tidak dilalui. Seharusnya, penyelenggara angkutan itu bukan perseorangan, melainkan perusahaan dan terdaftar. Dengan begitu, kalau tidak dalam bentuk perusahaan, tidak ada pajak yang masuk untuk negara.
Dia berharap kasus kericuhan antara kendaraan daring dan taksi konvensional tidak terjadi di Yogyakarta. "Kalau terjadi di Yogyakarta, ngisin-ngisini (memalukan--Red). Di DIY, armada taksi itu dikelola oleh Organda DIY," ujarnya.
Karena itu, dia meminta Organda DIY untuk bisa mengonsolidasikan. Sultan bahkan menyarankan, mereka yang menyelenggarakan taksi konvensional ataupun kendaraan yang tradisional sekarang dipasangkan aplikasi daring saja. "Kan bisa. Wong itu perkembangan tantangan zaman. Jangan menunggu benturan dengan kendaraan yang sekarang sudah menggunakan online itu,’’ kata Sultan menegaskan.
Menurut Gubernur DIY, aturan tentang angkutan umum keputusannya di pusat. "Kami mau mengesahkan tentang bentor (becak motor--Red) tidak bisa dan pemerintah pusat kami kirimi surat tentang hal tersebut. Sampai sekarang pemerintah pusat belum menjawab," ujarnya.
Di bagian lain, tentang surat keputusan gubernur terkait dengan kuota armada taksi di DIY, HB X mengatakan, akan mengevaluasinya. "Saya akan melakukan evaluasi tentang kuota taksi di DIY. Karena, saya dengar banyak kendaraan taksi dari luar daerah, seperti Solo dan Semarang, yang masuk ke DIY untuk bisa memenuhi jatahnya," kata dia.
Apabila taksi yang beredar di DIY berasal dari luar daerah DIY, Sultan mengatakan, pasti tidak membayar pajak di Yogya. Karena itu, dia akan meminta kepada Dinas Perhubungan untuk melakukan evaluasi terkait surat keputusan gubernur tentang kuota armada taksi di DIY apakah sudah memenuhi atau belum.