REPUBLIKA.CO.ID DENPASAR -- Ratusan sopir taksi di Denpasar berunjuk rasa menolak operasional taksi berbasis aplikasi, Grab dan Uber di Pulau Dewata. Mereka tergabung dalam Persatuan Sopir Taksi Bali (Persotab) dan Aliansi Sopir Transport Bali.
Massa bergerak menyampaikan aspirasi melalui aksi damainya dari Lapangan Niti Mandala Renon, Denpasar menuju Kantor Gubernur, DPRD, dan Dinas Perhubungan. Ketua Persotab I Ketut Witra mendukung sikap tegas Gubernur dan DPRD Provinsi Bali yang menolak keberadaan taksi berbasis aplikasi karena ketiadaan aturan jelas yang mengaturnya.
"Kami berharap pemerintah segera menutup atau memblokir aplikasi Grab dan Uber," kata Witra di Denpasar, Rabu (23/3).
DPRD Bali sebelumnya mengirimkan surat pernyataan kepada Gubernur Bali pada 15 Februari 2016. Surat pernyataan tersebut berisi rekomendasi penghentian operasional dua moda transportasi berbasis aplikasi online, Grab dan Uber di Bali. Operasional ini dibekukan sampai keluar hasil bahasan Kelompok Kerja Layanan Angkutan Umum Berbasis Internet.
Surat pernyataan tersebut bernomor 593/509/DPRD dan ditandatangi oleh Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama. Ada juga Surat Pertimbangan Komisi III DPRD Bali Nomor 522/II/Komisi III/2016 terhadap Operasional Grab Car di Provinsi Bali yang ditandatangani Ketua Komisi III DPRD Bali Nengah Tamba bersama Sekretaris Ketut Kariyasa Adnyana.
Meski operasional taksi berbasis aplikasi di Bali sudah dibekukan sementara, fakta di lapangan menunjukkan mereka masih beroperasi seperti biasa. Witra berharap pemerintah melalui dinas terkait menindak tegas di lapangan.
Witra menambahkan pendapatan ribuan sopir taksi konvensional di Bali turun drastis sejak beroperasinya taksi berbasis aplikasi. Penurunannya mencapai separuh dari penghasilan rata-rata bulanan sopir tasi di Bali.
Wakil Gubernur Bali, I Ketut Sudikerta sebelumnya mengungkapkan bahwa pemerintah provinsi sejauh ini tak pernah mengeluarkan izin operasional Grab dan Uber sebagai kendaraan transportasi. Daerah hanya mengeluarkan izin kepada perusahaan yang berbadan hukum.
"Meski kendaraaan yang digunakan taksi online tersebut sudah berizin, namun operasionalnya masih belum diatur regulasi manapun," katanya.
Gubernur Provinsi Bali telah melayangkan surat resmi kepada Organisasi Angkutan Darat (Organda) Bali sejak 26 Februari 2016. Isinya berupa larangan operasional taksi berbasis aplikasi sampai keluarnya petunjuk teknis dari pemerintah pusat.