Selasa 22 Mar 2016 16:44 WIB

Demonstran: Tarif Taksi Aplikasi Merusak Pasar

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Angga Indrawan
Ratusan supir taksi demo menolak keberadaan angkutan umum online di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa (22/3).
Foto: Antara/Prasetyo Utomo
Ratusan supir taksi demo menolak keberadaan angkutan umum online di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa (22/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ribuan massa supir angkutan umum taksi melakukan aksi demonstrasi di ruas jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (22/3). Massa Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) ini menilai, keberadaan taksi dan ojek berbasis aplikasi melanggar UU Nomor 22/2009.

Aksi ini terjadi sejak pagi dan masih berlangsung hingga sore ini. Massa mulai bergerak ke arah Istana Negara sejak pukul 15.00 WIB dari depan gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Soleh Wahyu (46 tahun), salah seorang demonstran mengaku kecewa dengan Presiden Joko Widodo yang tak juga mengindahkan protes yang pertama dari para sopir taksi pekan lalu. Pengemudi taksi Blue Bird ini menegaskan, operasi taksi berbasis aplikasi merusak pasar angkutan umum karena harga yang ditawarkannya jauh di bawah tarif taksi meteran.

"Harganya beda jauh. Jadi kita enggak laku. Dia laku. Kita enggak pernah dapat penumpang," ujar Soleh Wahyu di lokasi demonstrasi, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (22/3).

Karena itu, dia mengaku setoran yang diperolehnya setiap hari selalu berkurang. Perusahaan tempatnya bekerja mengharuskan setoran per hari sebesar Rp 550 ribu per hari kerja. Bila mendapatkan di bawah itu, sopir tak akan mendapatkan komisi.

"Untuk ngejar Rp 500 ribu itu enggak pernah. Paling mentok, Rp 300 ribu. Itu udah beberapa bulan ngalamin begitu terus," kata dia. Soleh mengaku, aksi demonstrasi ini merupakan inisiatif paguyuban sopir, bukan perusahaan taksi.

Pada pagi sebelumnya, massa sempat berbuat ricuh dengan melakukan sweeping terhadap taksi yang urung ikut demonstrasi. Selain itu, pengemudi Gojek juga diintimidasi dan mendapatkan ancaman verbal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement