REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya, Irjen Pol Moechgiyarto, berharap para pengemudi angkutan umum berbasis daring untuk tidak beroperasi sementara waktu. Hal ini terkait adanya isu sweeping atau razia yang dilakukan oleh para pengemudi taksi non-aplikasi dan terhadap para pengemudi angkutan umum berbasis daring, begitu pun sebaliknya.
Sebelumnya, insiden pemukulan sempat terjadi di kawasan Senayan, Jakarta Pusat. Pemukulan itu diduga dilakukan oleh pengemudi taksi non-aplikasi terhadap pengemudi Go-Jek yang tengah beroperasi. Korban pemukulan itu pun langsung diamankan ke kawasan gedung DPR/MPR.
Guna mencegah adanya bentrokan yang semakin besar, Kapolda Metro Jaya menghimbau agar angkutan umum berbasis daring bisa menahan diri dan tidak beroperasi untuk sementara. Menurut Kapolda, beroperasinya angkutan umum berbasis aplikasi itu menjadi faktor korelatif terjadinya aksi unjuk rasa yang digelar oleh Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) pada hari ini.
''Itu harapan kami, supaya mereka menahan diri, supaya tidak menimbulkan konflik. Kan kalau dia beroperasi, otomatis bisa terjadi konflik. Itu harapan kami dengan situasi yang sekarang ini,'' tutur Kapolda di depan gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (22/3).
Sehingga nantinya, lanjut Kapolda, pihak pemerintah akan mencari solusi yang menguntungkan kedua belah pihak terkait polemik antara angkutan umum berbasis daring dan konvensional. Kendati begitu, Kapolda menegaskan, tidak akan mentolerir jika nantinya ada aksi-aksi melanggar hukum yang dilakukan oleh para peserta unjuk rasa.
''Kalau sudah memukul itu kan sudah jelas pidana. Ya kami tangkap, terus kami proses sesuai dengan sistem peradilan pidana kita,'' tuturnya.
Hingga saat ini, PPAD masih melakukan aksi unjuk rasa dan orasi di depan gedung DPR/MPR. Mereka menuntut dan meminta anggota DPR untuk bisa memfasilitasi mereka guna bertemu dengan pemerintah untuk menutup angkutan umum berbasis daring,