REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta membantah jika para pengusaha transportasi pelat kuning tidak siap bersaing menghadapi sistem layanan digital yang kini mulai merambah ke dalam bisnis angkutan umum.
"Penggunaan layanan daring (dalam jaringan) sebenarnya sudah mulai kami lakukan. Seperti Taksi Express misalnya, yang baru saja meluncurkan aplikasi berbasis digital. Jadi, salah jika ada yang menganggap kami ini konvensional," kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan, kepada Republika.co.id, Senin (21/3).
Ia berpendapat, persoalan sesungguhnya bukan terletak pada ketidaksiapan para pemilik armada angkutan umum untuk memanfaatkan layanan daring dalam bisnis mereka. Melainkan karena adanya pendomplengan kendaraan pelat hitam (seperti layanan Uber Taxi dan Grabcar) dalam bisnis transportasi, sehingga menimbulkan persaingan yang tidak sehat.
"Sesuai undang-undang, salah satu syarat usaha transportasi harus ada izin dari pemerintah. Sementara, mereka (Uber dan Grab) tidak ada izin, sehingga jatuhnya ilegal," ujar Shafruhan.
Persoalan lainnya, tidak adanya syarat operasional yang dibebankan kepada para pelaku bisnis transportasi daring pelat hitam juga membuat mereka bisa menentukan tarif yang jauh lebih murah. "Akibatnya, kami jelas kalah dalam soal tarif dengan mereka, padahal usaha kami ini legal dan berbadan hukum. Persaingan yang tidak sehat semacam inilah yang jadi masalah sebenarnya," ucap dia.