REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah melakukan kesalahan dalam memanfaatkan kedudukannya selaku pejabat daerah. Kesalahan itu mengacu pada penggunaan aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta oleh Teman Ahok untuk keperluan pencalonan sang pejawat pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017 mendatang.
Yusril mengatakan, aset milik negara atau daerah tidak boleh digunakan untuk kepentingan politik. Aturan tersebut berlaku untuk semua kegiatan politik, baik yang dilakukan atas nama partai maupun perseorangan. "Prosedurnya sama, setiap aktivitas politik yang berkaitan dengan jabatan seorang kepala daerah, tidak boleh menggunakan aset pemerintah pusat atau daerah," kata Yusril kepada wartawan di Jakarta, Senin (21/3).
Menurut bakal calon gubernur DKI Jakarta ini, penggunaan aset negara untuk selain kepentingan negara hanya bisa dilakukan lewat tiga syarat, yaitu dengan cara sewa-menyewa, pinjam pakai, dan penghibahan. Di luar tiga syarat tersebut, kata Yusril, penggunaan aset negara oleh masyarakat tidak diizinkan.
"Pemakaian aset pemerintah oleh masyarakat untuk kegiatan politik tetap tidak dibolehkan meskipun ada perjanjian sewa-menyewa," ucap Yusril. (Baca: Teman Ahok: Kita Tinggal Nempatin Kantor dan tak Urus Izin).
Ia mencontohkan, Pemprov DKI Jakarta bisa mengontrakkan bangunan PD Pasar Jaya kepada para pedagang. Akan tetapi, ketika bangunan tersebut dikontrakkan sebagai kantor Partai Bulan Bintang (PBB) atau Partai Persatuan Pembangunan (PPP), hal itu tidak diperkenankan oleh undang-undang.
Gubernur Basuki Tjahaja Purnama sebelumnya mengatakan, Teman Ahok menempati salah satu rumah di Kompleks Perumahan Graha Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, sebagai markas mereka. Kompleks tersebut diketahui masuk dalam kawasan perumahan anggota DPRD DKI dan dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta. (Baca: Ahok Akui Kantor Teman Ahok Masih Aset Pemda).