REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Harmonis melihat budaya komunikasi politik di Indonesia belum benar-benar cerdas.
Hal ini terlihat pada kritik Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo dan kunjungan Presiden ke proyek Hambalang.
"Sebagai Presiden sebaiknya jangan bicara masalah kelemahan (mantan) Presidennya. Sebaliknya, yang mantan Presiden juga membiarkan presiden menjalankan amanah yang diberikan kepada dia," katanya, Sabtu (19/3).
Harmonis mengatakan jika ada kelemahan pada pemerintahan sebelumnya, Jokowi cukup membahasnya di rapat internal pemerintah dan tidak dibawa ke ranah publik. Hal yang sama juga seharusnya dilakukan oleh mantan presiden SBY untuk bisa menahan diri.
"Presiden seharusnya berlapang dada dengan kritik yang diberikan. Yang beri juga harus tahan diri, jangan over," katanya.
Harmonis mengatakan pemerintahan Jokowi jangan terus-terusan meniru dan mengikuti komunikasi saling menyalahkan yang telah diwariskan. Ketika Jokowi melihat perkembangan proyek yang mangkrak, hal tersebut seharusnya ditanggapi dengan wajar dan tak perlu diketahui publik. Yang memberi kritikan pun, tambah Harmonis, harus menggunakan bahasa yang santun.
"Jadi coba deh, kritik menurut saya termasuk saya punya hak kritik menggunakan bahasa yang santun. Bahasa yang wise. Bahasa politik sekarang ini terlanjur menggunakan pesan komunikasi politik yang meninggalkan kesantunan, suka marah-marah, baru jadi Gubernur aja sudah marah-marah, baru jadi pejabat aja sudah marah-marah," katanya.