Jumat 18 Mar 2016 14:04 WIB

Berdalih Rugikan Petani, Produsen Tolak Raperda Kawasan Tanpa Rokok

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Nur Aini
Larangan merokok
Foto: flickr
Larangan merokok

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) menolak rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai Kawasan tanpa Rokok (KTR) yang tengah disusun oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pemerintah DKI Jakarta.

Ketua Harian Gaprindo Muhaimin Moeftie mengatakan pasal-pasal yang tertuang dalam Raperda KTR dinilai melebihi serta bertentangan dengan peraturan nasional PP 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Menurutnya aturan itu nemiliki kedudukan hukum yang lebih tinggi dibandingkan peraturan daerah.

“Secara hukum, peraturan di tingkat nasional menjadi acuan bagi peraturan daerah dan peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang hierarkinya lebih tinggi," ujarnya di Jakarta, Jumat (18/3).

Sehingga ia meminta DPRD dan Pemda DKI Jakarta untuk mengacu pada PP 109 Tahun 2012 dalam menyusun Raperda tentang Kawasan tanpa Rokok. Ia mencontohkan Pasal 23 ayat 1 dan 2 Raperda tentang KTR yang melarang pedagang memperlihatkan jenis, merek, warna, logo, dan wujud rokok. Hal tersebut sangat bertentang dengan PP 109/2012 yang sama sekali tidak melarang pedagang untuk menampilkan kemasan rokok.

“Pasal ini menghilangkan hak produsen untuk mengkomunikasikan produknya kepada konsumennya,” ujarnya.

Selain itu, ia mengatakan Raperda itu bertentangan dengan Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyebut konsumen memiliki hak atas informasi mengenai produk barang dan/atau jasa. Sehingga menurutnya Raperda yang tengah dibahas ini sama sekali tidak mengatur kewajiban penyediaan tempat khusus merokok, terutama di tempat kerja dan tempat umum, sebagaimana yang diamanatkan oleh PP 109/2012.

“Usulan ketentuan dalam Raperda KTR DKI ini tidak saja merugikan para pabrikan produk tembakau, tetapi juga akan merugikan semua mata rantai industri, mulai dari pedagang di toko tradisional dan modern, pekerja pabrikan rokok sekaligus petani tembakau dan cengkeh,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement