Kamis 17 Mar 2016 21:29 WIB

DPR Tolak Kenaikan Iuran BPJS, Kemenkes Bentuk Tim

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Ilham
BPJS
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
BPJS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandangan DPR terhadap Peraturan Presiden (Perpres) tentang Perubahan Perpres tentang Jaminan Kesehatan dinilai menjadi perhatian pemerintah. Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan, Kesehatan Kementerian Kesehatan (P2JK Kemenkes), Donald Pardede menyatakan, pemerintah jelas akan menyikapi pandangan tersebut.

“Pemerintah melalui kementerian maupun lembaga terkait akan membentuk tim dalam menyikapi hal tersebut,” kata Donald kepada Republika.co.id, Kamis (17/3). (DPR Tuding Pemerintah dan BPJS Lepas Tangan Soal Defisit Keuangan).

Menurut dia, pemerintah mulai membentuk tim yang bertugas mempelajari dan menindaklanjuti pandangan DPR tersebut. Tim ini terdiri dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kemenkes.

Sebelumnya, Donald menyatakan bahwa kesimpulan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPR adalah permintaan penundaan atas pemberlakukan kenaikan iuran pada kelompok Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) kelas tiga. Menurtut DPR, permintaan penundaan ini perlu dilakukan sampai kegiatan audit.

Donald mengatakan, pada dasarnya alasan kenaikan iuran ini sudah dijelaskan oleh pemerintah. Hal ini karena tidak seimbanganya antara pendapatan iuran dengan biaya pelayanan kesehatan. Sehingga dapat mengancam kesinambungan BPJS.

Usulan iuran tidak ditetapkan oleh satu kementerian atau lembaga. Namun hal ini berdasarkan proses sebagaimana kaidah sebuah proses Perpres. Proses usulan tersebut dimulai dengan izin prakarsa perundangan. Kemudian panitia dan kementerian membahas secara teknis substansinya yang melibatkan pakar.  

Donald juga mengaku sudah melakukan harmonisasi dengan kementerian dan lembaga terkait oleh Kemehukham dan diajukan ke Sekretariat Negara (Setneg). Hasilnya kemudian ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo.

Donald juga menambahkan, terkait persoalan yang masih terjadi dari sisi fasilitas kesehatan. Menurut dia, saat ini pihaknya akan terus berupaya membenahi hal ini. Dalam pandangannya, persoalan fasilitas kesehatan seperti keterbatasan ruangan bagi pasien karena banyaknya kasus.

“Karena memang dengan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) banyak kasus-kasus kronis yang dulu tidak berobat karena ketidakmampuan membayar,” kata Dondal. Namun dengan kemudahan sebagai peserta JKN, mereka pun dapat berobat  di samping harus diakui sistem rujukan belumm berjalan baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement