REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terbentuknya Konsul Kehormatan RI di Ramallah, Palestina, diminta untuk berhati-hati dalam membuat pernyataan politik. Pengamat hubungan internasional Universitas Padjadjaran Teuku Rezasyah menjelaskan, Konsulat Kehormatan tidak berhak menandatangani dokumen atas nama Pemerintah RI sehingga harus berhati-hati dalam mengeluarkan statement.
"Namun statment budaya ok, statment bisnis ok, dan dia dapat melindungi masyarakat kita yang di sana," kata dia saat dihubungi, Selasa (15/3). Dia memisalkan ada tenaga kerja Indonesia (TKI) yang terkena masalah, seperti sakit atau mengalami kekerasan dapat dibantu konsulat. Karena WNI di sana telah memiliki rumah di Palestina.
Teuku pun mengungkapkan, keuntungan lainnya yakni pemerintah dapat membantu warga negara Indoensia (WNI) yang terkena masalah di Palestina."Dapat membantu, namun tetap berkoordinasi, tentunya dengan Kementerian Luar Negeri Indonesia,"ujar dia.
Menurut dia, Konsul Kehormatan RI Maha Abu Shusheh merupakan seorang warga Palestina. Dengan konsul orang Pelestina, maka akan mempermudah hubungan kerjasama antara Indonesia dan Palestina. Karena Susheh memiliki dan mengetahui jaringan sosial, bisnis dan politik di Pelestina.
Lalu, kata Teuku keuntungan dalam sektor ekonomi. Karena sosok Maha Abu Susheh dinilai telah memiliki jaringan untuk dapat bekerjasama dengan Indonesia."Jadi dia tahu persis produk-produk unggulan Indonesia di kawasan itu. Dia tahu persis produk unggulan di situ yang dapat diekspor ke Indonesia," kata dia.
Meski demikian, Teuku tak bisa memprediksi kapan konsulat tersebut akan dijadikan Kedutaan Besar. Dilihat dari situasi yang ada di Palestina, Teuku mengungkapkan, resikonya masih besar untuk membangun kedubes.
"Paling yang harus kita lakukan selain mendirikan konsulat. Adanya perwakilan dagang di Ramallah," kata dia.