REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) meminta pemilik ataupun pengelola layanan transportasi berbasis aplikasi dalam jaringan atau daring (online) agar memenuhi kewajibannya membayar pajak.
"Sama seperti angkutan umum konvensional, layanan transportasi online yang beroperasi di wilayah DKI Jakarta juga harus membayar pajak," katanya di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (15/3).
Menurut dia, setiap pengusaha angkutan di Jakarta diwajibkan untuk membayar sekitar 25 hingga 28 persen dari total pendapatannya setiap tahun. Pajak tersebut seharusnya juga dibayarkan oleh transportasi aplikasi. Dia mengatakan, apabila pengelola layanan transportasi daring tersebut tidak membayar pajaknya, maka tentu saja tarif yang diberlakukan bisa lebih murah dibandingkan angkutan konvensional.
"Transportasi online itu pasti lebih murah karena kan tidak harus bayar pajak, bayar asuransi dan lain-lain. Sedangkan angkutan umum konvensional dan taksi harus memenuhi kewajiban untuk membayar pajak tersebut," ujar Basuki.
Oleh karena itu, dia pun meminta pengelola layanan transportasi daring agar segera mendaftarkan diri ke Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta sehingga dapat bersaing secara sehat dengan angkutan konvensional.
"Mungkin memang kedepannya pengelolaan transportasi, terutama taksi akan berubah, yakni dengan memanfaatkan teknologi aplikasi. Tapi tetap saja harus bayar pajak. Semuanya harus bersaing secara sehat," tutur Basuki.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan layanan transportasi aplikasi, seperti Grab dan Uber bisa saja menggunakan plat hitam layaknya rental mobil. Namun, tetap harus terdaftar di Dishubtrans DKI Jakarta.
"Harus ada keadilan. Boleh-boleh saja Grab atau Uber pakai plat hitam, jadi seperti semacam taksi sewa. Tapi, harus mendaftar sebagai pengusaha yang menyewakan taksi. Artinya, harus ada tanda atau logo khusus yang dipasang di mobilnya," ungkap Basuki.