Senin 14 Mar 2016 23:15 WIB

Forum Silaturahmi DPW PPP Minta Islah Lewat Muktamar

 Simpatisan mengibarkan bendera Partai Persatuan Pembangunan (PPP) saat kampanye PPP Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat.
Foto: Republika/Prayogi
Simpatisan mengibarkan bendera Partai Persatuan Pembangunan (PPP) saat kampanye PPP Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Silaturahmi DPW PPP meminta islah dua kubu yang bertikai hanya dilakukan melalui muktamar. Hal itu dinyatakan menanggapi dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) pembentukan Majelis Islah oleh Ketua Umum PPP hasil muktamar Bandung, Suryadharma Ali.

"Meminta islah PPP seutuhnya dilaksanakan hanya melalui muktamar," ujar Koordinator DPW PPP se-Indonesia, Muhammad Mardiono, dalam siaran persnya, Senin (14/3).

Ia melanjutkan, islah seutuhnya harus dilandaskan pada hasil-hasil Muktamar VII di bandung berikut seluruh perangkatnya. Adapun muktamar hanya didasarkan atas AD/ART hasil Muktamar VII Bandung.

Dalam pertemuan yang berlangsung di Surabaya, Jumat (11/3) lalu itu juga disepakati bahwa muktamar PPP selanjutnya hanya diikuti DPW hasil Muktamar VII Bandung. "Sesuai ketetapan Mukernas IV PPP 25 Februari 2016, Muktamar VIII selambat-selambatnya April 2016," ujar Mardiono.

Forum silaturahmi yang dihadiri sebanyak 30 DPW itu juga menegaskan penolakan terhadap mediasi yang ditujukan untuk kompromi tanpa alas AD/ART hasil Muktamar VIII Bandung. Selain itu, mereka juga menolak terselanggaranya forum Mukernas bersama. "Karena adanya Mukernas IV yang telah dilaksanakan secara sah berdasarkan AD/ART PPP dan dihadiri serta dibuka pejabat pemerintah terkait," kata Mardiono.

Baru-baru ini berbagai mediasi untuk dua kubu PPP yang bertikai beberapa kali dilakukan, di antaranya melalui Pusat Persaudaraan Muslimin (Parmusi) yang merupakan organisasi fusi PPP, serta pemerintah lewat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Pada 2014, pemerintah melalui Kemenkumham mengakui PPP yang dipimpin M Romahurmuzy sebagai kepengurusan yang sah. Akan tetapi putusan Mahkamah Agung (MA) 2015 lalu justru mengesahkan hasil muktamar PPP di Jakarta yang dipimpin kubu Djan Faridz.

Akibat dualisme ini, pemerintah melalui Kemenkumham akhirnya memutuskan "menghidupkan" kembali kepengurusan PPP hasil Muktamar Bandung dengan masa bakti enam bulan untuk merumuskan proses islah di dalam internal PPP.

[removed][removed]

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement