REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Andi Eka Sakya mengatakan fenomena alam la nina yang didominasi cuaca hujan deras sepanjang hari harus diantisipasi masyarakat dan pemerintah sedini mungkin agar tidak merugikan karena ada potensi bencana yang menyertai.
"Lembaga-lembaga cuaca di seluruh dunia memperkirakan la nina akan muncul pada pergantian 2016-2017. Ini merupakan dampak ikutan setelah terjadinya el nino pada 2015 yang didominasi kekeringan," kata Andi saat ditemui di kantornya Jakarta, Senin (14/3).
Menurut Andi, el nino kuat pada umumnya akan diikuti la nina yang juga kuat. La nina 2016 sendiri diprakirakan akan terjadi pada akhir musim kemarau atau penghujung 2016 di sebagian besar wilayah Indonesia.
Dampak yang paling kentara dari la nina adalah meningkatnya curah hujan di atas normal sehingga ada potensi bencana yang diakibatkan curah hujan seperti banjir dan tanah longsor.
Untuk banjir, Andi mengatakan bencana ini akan memberi dampak buruk bagi kawasan perkotaan karena pada umumnya tanah di area urban memiliki daya serap air yang rendah karena minimnya area resapan air dan sedikitnya penghijauan.
Daya serap tanah terhadap air di perkotaan hanya dalam angka 20 persen. "Jadi misalnya ada hujan 100 liter, maka yang diserap air hanya 20 liter sementara 80 liter akan menjadi genangan atau bisa jadi masalah banjir. Di daerah yang rendah dan dekat pantai maka masalah akan bertambah jika air laut pasang naik," kata dia.
Atas pertimbangan itu, Andi mengharapkan masyarakat dan pemerintah untuk mengantisipasi fenomena la nina yang akan terjadi di penghujung tahun. Beberapa tindakan pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan membersihkan got, pembangunan sumur resapan/bipori, perbaikan embung, mengeruk sungai yang mengalami pendangkalan dan tidak menempati bantaran sungai.
"Jika ini diatur sedemikian rupa maka genangan akibat curah hujan tinggi segera surut terutama di kawasan perkotaan," katanya.