REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muhammadiyah mendesak pihak yang berwenang dalam hal ini Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) atas kematian Siyono (39 tahun), terduga teroris yang tewas di tangan Densus 88 di Klaten.
Sekjen Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti mengatakan, proses penggerebekan Siyono di kediamannya yang juga digunakan untuk TK Roudatul Athfal Terpatu (RAT) Amanah Ummah, kabarnya dilakukan di tengah kerumunan anak-anak yang sedang mengaji. Kemudian Siyono tewas setelah penangkapan.
Bila benar hal itu terjadi, kata dia, maka tentu terjadi pelanggaran hukum, pelanggaran HAM, dan terutama terkait perlindungan anak. "Karena itu Komnas HAM dan Komisi Perlindungan Anak harus segera membentuk tim pencari fakta untuk memastikan ada atau tidaknya pelanggaran HAM dan kekerasan pada anak di situ," kata Mu'ti kepada Republika.co.id, Senin (14/3).
Dikatakan dia, Muhammadiyah sangat mendukung pemberantasan dan pencegahan terorisme. Namun langkahnya harus tetap mengedepankan prinsip-prinsip kemanusiaan dan hukum. Terkait dengan peristiwa Klaten, banyak pihak menyayangkan cara penangkapan yang cenderung brutal oleh Densus.
"Kami melihat ada kemungkinan Densus berbohong terkait penyebab kematian tersangka S karena kelelahan berkelahi," katanya. (Kronologi Kematian Siyono di Tangan Densus 88).
Siyono tewas pada Jumat malam, ketika dibawa Densus 88 untuk menjukkan sebuah lokasi yang diduga ia memberikan dua pucuk senjata api ke seseorang. Dalam perjalanan, polisi mengklaim Siyono melakukan perlawanan bahkan menyerang anggota hingga berujung pada perkelahian yang menewaskan Siyono.