REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengeluarkan surat rekomendasi kepada Menteri Komunikasi dan Informatika untuk memblokir aplikasi Uber dan Grab Car. Surat bernomor AJ/206/1/1 PHB 2016 tentang perhomonan pemblokiran aplikasi pemesanan angkutan (Uber Taksi dan Grab Car) tersebut ditandatangani Jonan pada Senin (14/3).
Dalam surat tersebut, Jonan menyebut ada delapan pelanggaran yang dilakukan oleh kedua penyedia jasa angkutan online tersebut. Berikut daftar pelanggaran yang disebutkan dalam surat rekomendasi Menhub kepada Menkominfo:
1. Pelanggaran terhadap pasal 138 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan angkutan umum dan/atau barang hanya dilakukan dengan Kendaraan Bermotor Umum
2. Pelanggaran terhadap pasal 139 ayat (4) Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan uang menyatakan penyediaan jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3. Pelanggaran terhadap pasal 173 ayat (1) tentang angkutan Jalan menyatakan perusahaan angkutan umum yang menyelenggarakan angkutan dan/atau barang wajib memiliki izin penyelenggaraan angkutan
4. Pelanggaran terhadap pasal 5 ayat (2) Undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal yang menyatakan, penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang
5. Pelanggaran terhadap Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2000 tentang Kantor Perwakilan Perusahaan Asing dan Surat Keputusan kepala BKPM Nomor 22 Tahun 2001 bahwa Uber Asia Limited sebagai KPPA sesuai dengan pasal 2 Keputusan Kepala BKPM Nomor 22 Tahun 2001, KPPA tidak diperkenankan melakukan keiatan komersial, termasuk transaksi jual beli barang dan jasa di Indonesia dengan perusahaan atau perorangan, tidak akan ikut serta dalam bentuk apapun dalam pengelolaan suatu perusahaan, anak perusahaan atau cabang perusahaan yang ada di Indonesia
6. Tidak bekerjasama dengan perusahaan angkutan umum yang resmi akan tetapi bekerjasama dengan perusahaan ilegal maupun perorangan.
7. Menimbulkan keresahan dan konflik di kalangan pengusaha angkutan resmi dan pengemudi taksi resmi
8. Berpotensi semakin menyuburkan praktek angkutan liar (ilegal) dan angkutan umum semakin tidak diminati.
(Ini Janji Pihak Istana kepada Para Sopir Angkutan)