REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Anggota DPRD Kalimantan Selatan Suwardi Sarlan berpendapat, kasus penemuan Zenith Charnophen di Amuntai (180 kilometer utara Banjarmasin) baru-baru ini bisa merusak citra ibukota Kabupaten Hulu Sungai Utara berjuluk kota bertakwa tersebut.
"Apalagi dengan dugaan yang terlibat kasus Zenith dan obat-obatan terlarang di pasaran bebas itu, warga kota bertakwa sendiri," ujar legislator asal Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan (Kalsel) tersebut di Banjarmasin, Jumat.
Wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel V yang meliputi Kabupaten HSU, Balangan dan Kabupaten Tabalong itu menyayangkan dengan adanya kasus yang berdampak pada masalah hukum tersebut.
"Terlebih kejadian tersebut di masyarakat Amuntai yang tergolong agamis dan memiliki pondok pesantren Rasyidiah Khalidiah (Rakha), ponpes tertua serta terkenal 'Banua Aman' Kalsel," lanjut politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
Ketua Fraksi PPP DPRD Kalsel dan juga mantan Ketua Komisi IV bidang kesra lembaga legislatif itu mengimau masyarakat provinsi setempat, khususnya warga HSU agar menjadikan pembelajaran kasus Zenith tersebut supaya jangan kejadian serupa tidak terulang.
Di sisi lain, pinta Ketua Komisi II bidang ekonomi dan keuangan DPRD Kalsel tersebut, pihak aparat terkait agar terus melakukan pencegahan peredaran obat-obat berbahaya.
Selain itu, melakukan pemberantasan agar generasi mendatang tetap terjaga, terhindari penyalahgunaan obat-obatan terlarang tersebut, demikian Suwardi Sarlan yang juga Ketua PPP HSU.
Sementara itu, dalam kasus dugaan melibatkan H SS atau pemilik apotek terbesar di Amuntai tersebut, Kepolisian Resor HSU menyita 56 kardus Zenith Charnophen atau 1.059.600 butir, yang kalau diuangkan bisa mencapai Rp2,2 miliar.
Selain itu, obat jenis Dextro. Sebanyak empat kardus + lima kotak + dua bungkus total 376.064 butir, bila diuangkan harga modal mencapai Rp752.000.000,00.