Rabu 09 Mar 2016 03:10 WIB

Paham Radikal Masuk ke Sekolah Lewat Buku dan Ekskul Keagamaan

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Winda Destiana Putri
Radikalisme(ilustrasi)
Foto: punkway.net
Radikalisme(ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Propaganda paham radikalisme dan terorisme di kalangan pelajar terus menghantui hampir di seluruh penjuru Indonesia.

Apalagi berkembangannya teknologi saat ini, membuat semakin masif juga cara terorisme menyuarakan propagandanya.

"Kami mendapatkan laporan dari praktisi pendidikan, paham radikalisme masuk ke sekolah dengan berbagai cara," ujar Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Hamid Muhammad kepada wartawan, di acara Dialog Pencegahan Paham Radikal Terorisme dan ISIS di kalangan Guru dan Pelajar se-Jabar yang digelar oleh BNPT, di Gedung Sabuga, Kota Bandung, Selasa (8/3).

Dialog tersebut dihadiri langsung Kepala BNPT Komjen Pol Saud Usman Nasution, anggota Komisi III DPR RI Ruhut Sitompul dan Wagub Jabar Deddy Mizwar.

Menurut Hamid, sejak 2010 pihaknya mendapatkan laporan dari sejumlah praktisi bahwa paham radikalisme sudah mulai masuk sekolah-sekolah di Indonesia. Paham tersebut, masuk lewat ekskul keagamaan dan buku agama.

Pertama, kata dia, laporan yang diterima pada enam tahun lalu adalah propaganda hadir melalui pelajaran agama dan ekstrakulikuler agama. Kemendikbud, lalu berkoordinasi dengan Polisi dan Kemenag. Saat itu, ada beberapa siswa SMA dan SMK yang diambil kepolisian.

"Sehingga, dihadirkankan permen untuk merubah pola ekskul di sekolah," katanya.

Kedua, kata dia, cara masif yang dilakukan yakni melalui buku pelajaran. Bahan ajaran yang tersebar di Indonesia terkadang tidak bisa sepenuhnya dikontrol kementrian.

"Buku yang ditulis sebelumnya dinilai dulu, tapi sekarang tidak dinilai dan langsung diedarkan," katanya.

 

Sadisnya, kata dia, laporan yang diterima propaganda terorisme disasar mulai dari PAUD dan TK. "Dulu kewenangan kami bisa mencabut, kita tinggal koordinasi dengan kejaksaan, tapi sekarang harus pengadilan," katanya.

Saat ini, kata dia, propaganda yang paling gencar dan sangat riskan dilakukan melalui media sosial (medsos). Karena, fungsi kontrol ada di diri masing-masing adalah hadir lewat media sosial.

"Sekarang yang paling akhir dan gencar, online media sosial dan itu langsung masuk handset anak-anak kita," ujar Hamid seraya meminta semua pihak mencermati bersama karena pemerintah hanya bisa mencegah dalam lingkungan.

Dihadapan sekitar 1.500 pelajar yang hadir di Jabar, Hamid mengajak agar semua pelajar tidak mencerna informasi apa saja yang masuk dengan mentah, apalagi melalui gadget.

"Ayo diri kalian tidak mencerna apa saja yang masuk ke dalam gadget kita. Kalau sekolah bisa mencegah, tapi kita tidak bisa yg masuk di rumah dan handphone," katanya.

Sementara menurut Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar, dengan kegiatan  ini, Ia berharap semoga bisa bermanfaat dan memainkan peran untuk melakukan pencegahan aksi terorisme dan radikalisme  ang ada di Jabar.

"Kegiatan seperti ini perlu kita dukung bersama. Semoga kegiatan ini memberi tambahan wawasan dan pengetahuan," kata Deddy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement