REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pengamat hukum Tata Negara Universitas Nusa Cendana Kupang Johanes Tuba Helan mengatakan Jaksa Agung berwenang mendeponir kasus dua mantan pimpinan KPK Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW).
"Tidak perlu diperdebatkan karena deponering menurut hukum Indonesia boleh dilakukan, demi kepentingan umum," kata mantan Ketua Ombudsman Perwakilan NTB-NTT itu di Kupang, Selasa (8/3).
Hal itu diungkapkannya menjawab pertanyaan Antara terkait kontroversi seputar kebijakan Jaksa Agung mendeponering kasus dua mantan pimpinan KPK AS dan BW apakah tidak mengesampingkan rasa keadilan dan persamaan di depan hukum.
Menurut dia, kebijakan Jaksa Agung itu untuk mengamankan kepentingan umum, dan sama sekali tidak menyalahi tata hukum di Indonesia.
Kepentingan umum yang dimaksudkan adalah dua mantan pimpinan KPK ini memiliki jasa dalam pemberantasan korupsi di negeri ini.
"Jadi apa yang dilakukan Jaksa Agung itu sudah benar. Tidak perlu dipersoalkan," katanya.
Pandangan hampir senada disampaikan pengamat politik dan hukum Universitas Nusa Cendana Karolus Kopong Medan, yang berpendapat, kebijakan Jaksa Agung itu patut dihargai karena memiliki pertimbangan sangat mendasar.
"Memang terkesan bahwa Jaksa Agung seolah-olah mengesampingkan asas keadilan dan asas persamaan di hadapan hukum, namun pertimbangan demi kepentingan yang lebih besar sehingga kasus ini dikesampingkan dan ini adalah langkah hukum yang tepat dan patut dihargai," katanya.
Dia menambahkan pemberian deponering terhadap seseorang dalam suatu kasus, tidak harus tersangkanya masih menduduki jabatan tertentu.
''Alasannya karena yang dipertimbangkan itu bukan pribadinya BW dan AS, melainkan dampak yang bakal timbul jika kasus ini diteruskan ke persidangan lebih lanjut,'' katanya.
Karena itu, keputusan Jaksa Agung untuk mendeponir kasus BW dan AS memiliki dasar yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum maupun pertimbangan sosial kemasyarakatan, kata Karolus Kopong Medan.