Ahad 06 Mar 2016 11:39 WIB

Legislator: Perkuat Keberpihakan pada Nelayan

Red: M Akbar
 Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS Rofi Munawar
Foto: dok : Humas FPKS DPR RI
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS Rofi Munawar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI Komisi IV dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Rofi Munawar ingin pemerintah benar-benar memperkuat kebijakan yang dikeluarkannya dengan betul-betul berpihak kepada nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.

"Fraksi PKS berharap negara semakin jelas dan kuat keberpihakannya kepada para nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, yang selama ini masih terpinggirkan secara ekonomi," kata Rofi Munawar di Jakarta, Ahad (6/3).

Dia mengemukakan, Fraksi PKS DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam untuk dibawa pada pembahasan Tingkat II dan segera disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI.

Dengan adanya UU itu, ujar dia, maka semakin perlu lagi keberpihakan negara untuk melindungi beragam profesi kelautan dan perikanan karena sektor tersebut merupakan salah satu bidang yang sangat penting guna menopang perekonomian bangsa.

Sebelumnya, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mendesak agar jangan sampai ada kebijakan dari pemerintah yang sifatnya melegalkan pungutan bagi nelayan kecil dan tradisional di berbagai daerah di Tanah Air.

"Hal ini (nelayan kecil dikenai pungutan) bertolak belakang dengan mandat UU Perikanan bahwa tidak boleh ada pungutan kepada nelayan kecil," kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim kepada Antara di Jakarta, Selasa (1/3).

Dia juga tidak menginginkan bila ada pejabat yang menerapkan pungutan kepada nelayan kecil karena hanya ingin menaikkan pemasukan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan agar terlihat baik di depan presiden.

Sebagaimana diwartakan, penerapan pajak hasil penangkapan (PHP) yang dinilai tinggi oleh berbagai kalangan hanya diperuntukkan bagi kapal yang memiliki bobot di atas 200 gross tonnage (GT).

"Kenaikan yang sangat tinggi itu 200 GT ke atas. Kapal Indonesia yang 200 GT bisa dihitung. Kapal 200 GT kebanyakan milik asing," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Menurut dia, kenaikan PHP tersebut bersifat gradual dan progresif karena tidak semua nilainya sama.

Berdasarkan data KKP, kapal berukuran 60 sampai 70 GT memiliki omzet Rp6 miliar per tahun. Sementara PHP untuk kapal 30 GT ke atas masih diberlakukan karena kapal Indonesia, sering melakukan penyalahgunaan.

Penyalahgunaan tersebut misalnya seperti tidak melaporkan hasil tangkapan, menangkap ikan tidak sesuai aturan, menggunakan alat tangkap ikan ilegal, hingga melakukan "mark down" ukuran kapal.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement