REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bersama Satuan Tugas Perlindungan Anak bersepakat menyiapkan strategi penanganan dan perlindungan terhadap anak. Maraknya kasus pencabulan dan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Tanah Air beberapa waktu terakhir, mendasari digelarnya kopi darat yang difasilitasi LPSK di Jakarta, Jumat (4/3).
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, persoalan kekerasan terhadap anak ini bagaikan puzzle. Bila posisi salah satu puzzle tidak tepat, maka tidak menjadi gambar utuh. Karena itu dibutuhkan kesatuan gerak dari sejumlah pihak yang konsen agar permasalahan anak dapat diselesaikan dengan baik, sesuai tugas dan kewenangan masing-masing. “Semua pihak memang sudah bergerak, tapi mengingat banyaknya tugas, diperlukan strategi bersama,” kata Semendawai.
Begitu pun jika masing-masing bergerak tapi tidak ada strategi bersama. Dia mengatakan penanganan akan dilakukan secara parsial. Bahkan, bukan tidak mungkin terjadinya gesekan di lapangan.
Tenaga Ahli LPSK, Syahrial Martanto Wiryawan menambahkan, kata kunci dalam masalah ini yaitu sinergitas antarlembaga yang menangani dan peduli terhadap anak. Syahrial juga mengusulkan adanya semacam kode etik yang mengikat aparat penegak hukum dan pemangku kepentingan dalam mengurus kasus anak sehingga ada pedoman. “Dengan begitu, perlakuan penanganan kasus anak antardaerah bisa sama,” kata Syahrial.
Sekretaris Satgas Perlindungan Anak, Ilma Sovri Yanti berharap, bermula dari pertemuan yang dilaksanakan di kantor LPSK tersebut, ke depan akan lahir pertemuan-pertemuan lanjutan. Sehingga, menjadi sebuah gerakan untuk mempermudah kerja-kerja kemanusiaan, khususnya dalam menangani persoalan yang melibatkan anak yang sifatnya berjejaring.
“Kekerasan terhadap anak bisa menjadi salah satu kasus yang harus diutamakan sehingga bisa di-cut birokrasinya,” ucap Ilma.