Jumat 04 Mar 2016 17:55 WIB

BPPT Ungkap Cara Buoy Kirim Deteksi Tsunami

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Winda Destiana Putri
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
Foto: Antara
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesia harus lebih memperhatikan langkah pencegahan, prediksi dan peringatan dini bencana gempa. Hal ini karena Indonesia merupakan wilayah yang berada di titik rawan bencana.

Karena kondisi tersebut, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pun mulai mengkaji teknologi terapan bencana gempa.

Direktur Pusat Teknologi Elektronika (PTE) BPPT, Yudi Purwantoro menyebutkan terdapat tiga komponen teknologi untuk antisipasi bencana.

"Pra Bencana, Penyebaran Informasi Peringatan Dini Bencana dan Pasca Bencana," kata Yudi melalui keterangan persnya kepada Republika, Jumat (4/3).

Pada teknologi pra bencana terdapat buoy atau sistem pendeteksi dini tsunami dengan wahana OBU (Ocean Bottom Unit). Jika terjadi anomali, kata Yudi, ini akan mengirimkan sinyal peringatan ke buoy. Setelah itu dikirim ke darat melalui satelit.

Menurut Yudi, buoy selanjutnya akan mengirim level laut per menit untuk dianalisa efeknya di Read Down Station TEWS (tsunami early warning system atau sistem peringatan dini tsunami)di BPPT. Setelah diterima barulah akan dikirim ke Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Pada tahap berikutnya adalah penyebaran informasi peringatan dini bencana. Yudi menilai tahap inilah yang sangat kompleks.

Pada hakikatnya, BPPT sebenarnya sudah memberikan rekomendasi penguatan penyebaran informasi bencana. Dengan demikian masyarakat dapat secara cepat mengantisipasi terjadinya bencana melalui media televisi digital yang sudah menjadi Peraturan Menteri Kominfo No 3 tahun 2014.

"Sayangnya realisasi sistem ini menunggu terkirimnya sistem televisi digital di Indonesia," tuturnya.

Menurut Yudi, dengan teknologi ini, maka siaran tv digital akan diinterupsi secara otomatis jika terjadi bencan. Selanjutnya bisa menyiarkan informasi peringatan dini bencana kepada masyarakat.

"Harusnya undang-undang kebencanaan semua siaran wajib nge-block. Sayangnya belum ada sanksi. Makanya pada gempa Mentawai kemarin hanya RCTI saja yg interupsi siaran, yang lain tetap siaran. Padahal setiap broadcast sudah dipasang dan terhubung dengan BMKG," cetus Yudi.

 

Menurut Yudi, peringatan dini melalui tv digital ini sangat penting dilakukan. Masyarakat yang berada dalam situasi berpotensi bencana bisa segera mengevakuasi diri. Dalam hal ini bukan malah asyik menonton televisi terus menerus.

Yudi juga mengatakan, BPPT juga siap memberikan pengujian fitur sistem peringatan dini bencana terhadap perangkat tv digital yang akan beredar di Indonesia. BPPT juga menegaskan akan mendukung Kementerian Kominfo dan instansi kebencanaan untuk merealisasikan siatem ini di indonesia.

Selanjutnya, Yudi juga mengungkapkan perlunya Kotak Untuk Tanggap Wilayah Ancaman Gempa (Kutilang). Kutilang merupakan alat penyebaran informasi bencana yang dibuat khusus untuk tempat potensial di masyarakat. 

"Seperti Masjid, kantor pemerintah dan komunitas bencana. Pada Kutilang terdapat power mandiri sehingga jika infrastruktur listrik PLN mati informasi masih tetap bisa di terima," kata Yudi.

Sementara ihwal Teknologi pasca bencana, Yudi mengungkapkan terdapat Telecaster. Telecaster merupakan sistem pasca bencana untuk melakukan pemantauan dampak bencana di daerah terutama yang sukar dijangkau.

Menurut Yudi, alat ini dilengkapi aplikasi pengambil kebijakan yang bertujuan memberikan informasi mulai dari logistik terdekat, rumah sakit, dan info lainnya secara cepat kepada pengambil keputusan kebencanaan. Hal ini bertujuan dapat  mengurangi dampak seminim mungkin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement