Kamis 03 Mar 2016 14:18 WIB

Pajak Jabar Banyak yang Lari ke DKI Jakarta?

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Andi Nur Aminah
Seorang pejalan kaki melintasi papan sosialisasi pembayaran pajak secara online di Jakarta, Selasa (1/3).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Seorang pejalan kaki melintasi papan sosialisasi pembayaran pajak secara online di Jakarta, Selasa (1/3).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ahmad Heryawan meminta penghitungan pajak penghasilan (PPh) badan industri manufaktur dihitung di kantor pajak Jawa Barat. Ia menduga, kebanyakan industri manufaktur yang berada di wilayahnya di hitung PPh badannya di Jakarta.

“Ada praduga PPh badan kebanyakan di hitung di Jakarta," ujar Heryawan yang akrab disapa Aher kepada wartawan selepas acara Pekan Panutan Pajak yang berlangsung di Gedung Sate jalan Diponegoro Kota Bandung, Kamis (3/3). 

Padahal, Aher mengatakan, boleh jadi industrinya ada di Bekasi atau Bandung. Karena kantor pusatnya di Jakarta, jadi PPh bandanya di Jakarta. 

Menurutnya, pembayaran pajak badan yang dilakukan di Jakarta padahal perusahaan itu beroperasi di Jabar akan berpengaruh pada penghitungan PDRB. Pendapatan per kapita jadi salah, angka kemiskinan jadi salah, jumlah pengangguran tidak tepat, juga berpengaruh pada angka laju pertumbuhan ekonomi.

Aher juga meminta Badan Pusat Statistik (BPS) yang tengah melakukan sensus ekonomi agar menghitung arus barang ekspor-impor dari tempat awal pengiriman. Contohnya, arus barang yang berasal dari Bandung, Bekasi, Karawang, Subang maupun Cianjur dicatat di Jakarta karena melalui pelabuhan Tanjung Priok. “Hitung-hitungan PDB nasional 43 persen berasal dari industri manufaktur," katanya. 

Padahal, kata dia, lebih dari 50 persen industri manufaktur ada di Jabar. Tapi ketika diranking, Jabar berada di urutan ketiga. "Saya curiga, jangan-jangan salah menghitung. Harusnya di Jabar malah di DKI,” katanya.

Selain itu, Aher juga mengingatkan agar tidak ada lagi pengusaha yang mengajukan izin menjual bahan mentah. Minimal, ada pengolahan tahap satu seperti pasir besi diolah jadi bijih besi baru diekspor. Lebih bagus lagi, dia mengatakan, kalau sampai sudah diolah menjadi barang otomotif maupun elektronik. “Dalam tanah ada mining, di atas tanah ada pertanian kelautan dan perkebunan," katanya. 

Aher mengatakan, ini harus diproses karena di masing-masing daerah ada pajaknya. Added value yang tinggi, akan menghasilkan pajak yang tinggi pula.  "Dari pada dijual mentah,” kata Aher.

Aher menghimbau masyarakat baik pengusaha maupun karyawan di luar pemerintah untuk taat membayar pajak sebagaimana taat mengeluarkan zakat. Penerimaan pajak, digunakan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan, membugarkan jasmani ruhani melalui kesehatan, juga pembangunan infrastruktur untuk menopang roda perekonomian.

“Zakat itu infaq sedekah yang diwajibkan Yang Maha Kuasa. Pajak itu infaq sedekah yang diwajibkan pemerintah,” katanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement