REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Menjelang panen raya yang diperkirakan akan berlangsung mulai Maret 2016 ini, harga gabah di tingkat petani tergolong masih cukup tinggi.
Di Kabupaten Cilacap yang saat ini beberapa wilayah memasuki musim panen, pedagang besar beras masih berani membeli dengan harga tebasan (beli di sawah) Rp 80 juta per bau (0,8 hektare).
''Harga gabah sampai sekarang memang masih tinggi. Saat ini, harga gabah kering giling (GKG) masih mencapai Rp 5.400-Rp 5.600 per kg. Jadi kalau pedagang berani membeli padi di sawah dengan harga tebas Rp 18 juta, ya masih wajar,'' jelas Sekretaris Perberasan Banyumas. Faturrahman, Senin (29/2).
Dia menyebutkan, bila hasil panen cukup baik, maka per bau bisa menghasilkan 5 ton atau 50 kuintal gabah basah. Setelah dilakukan pengeringan, masih bisa menghasilkan GKG sedikitnya 4 ton atau 40 kuintal.
''Kalau gabah tersebut kemudian dijual dengan harga sekarang, masih bisa menghasilkan uang Rp 20-Rp 21 juta. Jadi pedagang yang menebas masih bisa mendapat untung,'' ujarnya.
Dengan tingginya harga tebas tersebut, saat ini banyak petani di Cilacap yang sawahnya sudah mulai memasuki masa panen, menjual dengan sistem tebas. Alasan petani menjual dengan sistem tebas, selain karena harga masih tinggi juga karena petani akan kesulitan melakukan penjemuran gabah bila dipanen sendiri.
''Sekarang hampir setiap hari turun hujan. Dalam kondisi cuaca seperti sekarang, kita akan kesulitan kalau harus menjemur sendiri,'' kata Narko, seorang petani di wilayah Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap.
Menurutnya, pedagang beras yang berani membeli tebasan dengan harga cukup tinggi tersebut, kebanyakan pedagang beras dari luar daerah, seperti dari Jawa Barat dan Pantura.
Para petani yang memilih untuk menjual hasil panennya dengan sistem tebas, kebanyakan petani yang ada di wilayah Cilacap Timur seperti sebagian Kecamatan Maos, Adipala dan Nusawungu.