REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Minimnya "orang tua asuh" yang bersedia mengadopsi anggrek khas lereng Gunung Merapi menyebabkan pembudi daya memilih melepasliarkan tanaman endemik tersebut di hutan Taman Nasional Gunung Merapi.
"Sampai saat ini 'orang tua asuh' yang bersedia mengadopsi anggrek Merapi belum bertambah, sejak Juli 2015 masih tetap 22 saja. Akhirnya beberapa anggrek yang sudah siap, kami lepasliarkan di hutan Merapi," kata pembudi daya anggrek Merapi di Dusun Turgo, Pakem, Sleman Musimin, Sabtu (27/2).
Menurut dia, tanaman-tanaman anggrek yang telah diadopsi oleh masyarakat umum itupun saat ini masih dirawatnya untuk kemudian dilepasliarkan oleh "orang tua asuhnya". "Butuh waktu sekitar dua tahun agar anggrek-anggrek bisa bertahan hidup setelah dilepasliarkan," katanya.
Ia mengatakan, seiring juga dengan semakin banyaknya jenis anggrek yang ditemukan di lereng Gunung Merapi dan minimnya "orang tua" asuh maka satu per satu anggrek-anggrek yang ada dilepasliarkan. "Februari ini dilepasliarkan satu anggrek. Satu per satu. Asalkan pihak Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) juga ikut komitmen," katanya.
Musimin mengatakan, komitmen tersebut meliputi komitmen untuk ikut menjaga agar anggrek-anggrek yang telah dilepasliarkan di hutan Merapi tidak terusik. "Lokasi pelepasliaran anggrek ini berada di TNGM, sekitar kawasan Bukit Turgo," katanya.
Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan, TNGM Dhany Suryawan mengatakan, budidaya anggrek tersebut merupakan salah satu dari binaan. "Memang di sekitar Bukit Turgo tersebut dulunya banyak ditemukan anggrek endemik Merapi. Sebelum akhirnya banyak yang mati karena erupsi Merapi 1994. Nantinya di sana akan dikembangkan juga potensi wisata alamnya," katanya.