Sabtu 27 Feb 2016 11:28 WIB

Pengamat: Pelaku Money Politic tak Beda dengan Pejudi

Rep: C21/ Red: Bayu Hermawan
Money Politic (ilustrasi)
Money Politic (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari UIN, Ali Munhanif menilai janji-janji manis dari calon ketua umum (Caketum) jelang proses musyawarah nasional (Munas) Golkar tak dapat dihindari. Termasuk janji memberikan hadiah ke pemilik suara untuk memilihnya.

Ali mengatakan, janji-janji itu termasuk memberikan uang untuk pemilik suara. Namun tidak semuanya bisa disebut money politic atau transaksional, sebab bisa saja hanya semacam insentif.

"Kalau mereka mendukung akan mendapatkan keuntungan financial partainya untuk dirinya dan sebagainya," ujarnya, Sabtu (27/2).

Dia menekankan persoalan politik uang pasti ada, dan harus dicermati semua pihak. Jika politik uang menjadi satu-satunya mekanisme untuk menggolkan seorang calon. Kata Munhanif, itulah yang berbahaya, namun bagaimanapun juga partai memiliki misi untuk melakukan pendidikan politik.

"Politik uang tidak bisa dihindari. Namun yang harus dicermati adalah batas-batas mekanisme politik uang yang tidak boleh menjadi satu-satunya cara menggolkan Caketum Golkar. Sebab Politikus yang menggunakan uang agar terpilih, jika nantinya menjadi ketua umum bukan tidak mungkin menggunakan Parpolnya untuk mencari uang," jelasnya.

Dia menuturkan apa bedanya politisi dengan penjudi kalau mengunggulkan uang. Namun sebenarnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat berpartisipasi dan mengontrol adanya politik uang, untuk tidak mengganggu dinamika perpolitikan Golkar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement