REPUBLIKA.CO.ID, -- JAKARTA — Direktur Eksekutif Aufklarung Institut, Dahroni Agung Prasetyo mempertanyakan ketidakhadiran mantan ketua DPR yang maju menjadi calon ketua umum Partai Golkar Setya Novanto dalam Sidang Paripuna DPR yang digelar hari ini (Senin, 23/2).
Menurut Agung, Novanto malah lebih memilih bertemu dengan seluruh pengurus DPD II Partai Golkar di Jawa Timur yang juga digelar pada hari yang sama. Maka ini berarti Novanto melakukan tindakan mengabaikan moralitas dan nilai etika karena membolos menunaikan tugasnya sebagai anggota DPR.
"Menggunakan hari kerja untuk agenda politik personal, benar-benar mengabaikan etika dan moralitas sebagai pejabat publik," tegas Agung kepada wartawan di Jakarta, Selasa (23/2).
Agung mengingatkan, sosok Setya Novanto sudah dipandang terlalu negaif di hadapan publik, dan lagi-lagi terkait dengan etika dan moralitas. Novanto misalnya menjadi salah satu aktor utama dalam kasus 'Papa Minta Saham' dan menjadi bahan olok-olok dalam pertemuan dengan calon presiden AS yang sangat membenci umat Islam dan rasis model Donald Trump.
"Dua kasus ini masih menjadi ingatan panjang dalam benak publik. Begitu nama Novanto disebut, maka yang terbayang dalam pikiran rakyat Indonesia, adalah muka Donald Trump dan wajah ekspolitasi Freeport. Kini, tambah lagi, disebut Novanto, maka yang terbayang adalah anggota DPR yang menggunakan hari kerja untuk kepentingan politik pribadi," jelas Agung.
Dalam hal ini, Agung juga menyarankan agar semua pimpinan Golkar di daerah berpikir ulang bila mau mengusung Novanto menjadi Ketua Umum Golkar. Bila Golkar mau bangkit dan diperhitungkan lagi dalam pentas politik nasional, maka Novanto bukanlah pilihan yang tepat.
"Nama Novanto bukan lagi nama yang baik untuk ditawarkan kepada publik. Bila mau bangkit, pilih sosok yang bisa menaikkan kembali citra dan harga diri Golkar. Memilih Novanto sama saja dengan moncoreng muka sendiri, yang sulit dibersihkan jelang Pemilu 2019 yang kian dekat,” ucap Agung.