REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan, 40 persen populasi dunia ternyata mengakses pendidikan dengan bahasa yang mereka sendiri tidak pahami. Demikian menurut Badan PBB untuk pendidikan, Unesco, dengan merujuk pada laporan penelitian Global Education Monitoring (GEM), Jumat (19/2) lalu. Penelitian ini juga untuk memperingati Hari Internasional Bahasa Ibu, yang jatuh tiap tanggal 21 Februari.
Laporan itu berjudul cukup kritis, "Jika tak Paham Bahasa Guru, Bagaimana Anda Bisa Belajar?". Di dalamnya, pakar pendidikan berpendapat, bila para murid diajarkan bukan dengan bahasa sehari-hari mereka di rumah, maka akan berdampak negatif. Khususnya bagi anak-anak dari strata sosial bawah.
Dirjen Unesco, Irina Bokova menegaskan pentingnya menggunakan bahasa ibu si anak dalam proses belajar-mengajar. Hal itu nantinya mendorong sikap keterbukaan di dalam pendidikan sekaligus menghormati budaya tempat anak-anak murid itu dibesarkan.
"Dalam agenda pendidikan global yang baru, yakni mengutamakan kualitas serta kesetaraan, penting sekali menghormati bahasa ibu untuk proses belajar-mengajar. Sekaligus mempromosikan keberagaman bahasa," kata Irina Bokova seperti dikutip situs Unesco, akhir pekan ini.
Penelitian tersebut mengungkapkan, di negara-negara yang multi-etnis, semisal Turki, Nepal, Pakistan, Bangladesh, dan Guatemala, dominasi bahasa nasional seringkali mengabaikan imbas budaya bagi para murid.
Terkait itu, Direktur GEM Unesco, Aaron Benavot mengibaratkan bahasa nasional sebagai pisau bermata dua. "Di satu sisi, bahasa (nasional) itu menyatukan beragam suku bangsa serta menyuburkan rasa kebersamaan," ujar Aaron.
Namun, di sisi lain, Aaron melanjutkan bahasa nasional kerap menepikan bahasa-ibu. Kebijakan pendidikan nasional semestinya mampu menjamin bahwa semua murid, termasuk anak-anak dari etnis minoritas, belajar di sekolah dengan bahasa yang mereka pahami.
Riset ini menghasilkan sejumlah rekomendasi yang, antara lain, mengharuskan agar anak-anak diajar dalam bahasa yang mereka pahami. Setidaknya, hal itu mesti diterapkan dalam enam tahun pertama pendidikan dasar. Para guru juga dianjurkan untuk memahami dua bahasa sekaligus, yakni bahasa nasional dan bahasa-ibu setiap muridnya.