REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pengamat hukum dari Universitas Nusa Cendana Kupang, Karolus Kopong Medan, berpendapat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus tetap diberi kewenangan untuk melakukan penyadapan.
"Jika kewenangan penyadapan dicabut ataupun harus mendapat izin dari lembaga lain, akan membuat KPK tidak bisa bekerja secara efektif," kata Karolus Kopong Medan, Kamis (18/2).
Salah satu poin penting yang masuk dalam agenda revisi UU KPK adalah penyadapan hanya boleh dilakukan atas izin pengadilan.
"Menurut saya, kalau dari aspek penyadapan dibatasi, akan membuat lembaga itu tidak bisa bekerja cepat karena harus menunggu perintah pengadilan," katanya.
Dia mengatakan, KPK boleh menunggu perintah pengadilan untuk melakukan penyadapan kepada seseorang, tetapi hanya untuk kasus yang sudah terungkap.
"Tetapi, untuk kasus-kasus yang tertutup dan membutuhkan proses penyelidikan yang intensif, penyadapan itu tetap diperlukan," katanya.
Jalan tengahnya, lanjut dia, adalah penyadapan dilakukan atas izin pengadilan untuk kasus-kasus yang sudah terungkap, tetapi kasus yang tertutup dan membutuhkan proses penyelidikan tidak perlu mendapat izin.
Pandangan hampir sama disampaikan pengamat hukum administrasi negara Johanes Tuba Helan yang berpendapat, KPK seharusnya tidak memerlukan izin dari siapa pun, baik pengadilan maupun dewan pengawas, dalam melakukan penyadapan.
"Dalam hal penyadapan, merupakan hal penting bagi KPK dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi sehingga tidak perlu ada izin dari lembaga manapun, termasuk dewan pengawas. Jika kewenangan penyadapan dicabut, posisi KPK akan semakin tidak berdaya," katanya.
(Baca juga: Penyadapan oleh KPK tak Perlu Izin)