REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkampungan Kalijodo menjadi salah satu potret kemiskinan Jakarta. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti dalam bukunya, Geger Kalijodo menulis hal ini terlihat pada pendatang yang tak terdata.
Menurut Komisaris Besar Krishna Murti, sebagian besar warga Kalijogo hidup di lapak-lapak atau rumah kos-kosan yang dibangun di atas tanah di pinggir sungai, bahkan di atas badan sungai.
“Bangunan liar mereka dirikan atas dasar penguasaan lahan, dengan cara memasang patok. Untuk menghindari gangguan dari orang atau kelompok lain, mereka menempatkan beberapa preman yang siap menjaga.” tulis Krisna di halaman 122 dikutip dari buku Geger Kalijodo pada Rabu (17/2).
Pada buku tersebut Krisna menulis jika ada yang sudah memiliki modal, mereka akan membangun lapak atau tempat kos-kosan yang mereka sewakan kepada para buruh yang bekerja di pabrik sekitar Kalijodo. Krisna menggambarkan bangunan yang mereka dirikan biasanya terbuat dari papan kayu atau triplek.
“Hal inilah yang membedakan para pendatang dengan warga, yang merupakan penduduk yang sudah turun-temurun hidup di kawasan Kalijodo,” tulis Krisna lagi.
Menurut Krisna pesatnya jumlah penduduk, rupanya tidak sebanding dengan ketersediaan sarana dan prasara umum. Seperti air minum, sanitasi, dan lain-lain. Hal ini terutama disebabkan karena para pendatang datang dan mendiami tanah-tanah yang tidak diperuntukan sebagai tempat tinggal.
“Mereka menempati lahan-lahan milik pemerintah yang merupakan jalur hijau, di sepanjang bantaran sungai.” tulis Krishna Murti menambahkan.