Senin 15 Feb 2016 18:56 WIB

RDP DPD Bahas Era Otonomi Daerah ASN Harus Profesional

RDP DPD RI
Foto: Dok: DPD
RDP DPD RI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam menunjang terwujudnya pelaksanaan otonomi daerah, Aparatur Sipil Negara (ASN) harus profesional, bebas dari intervensi politik, bebas praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam melaksanakan pelayanan publik, dan pemerintahan.

Hal tersebut tertuang dalam rapat dengar pendapat Komite I DPD RI dengan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KSAN) Prof. Dr. Sofian Effensi, Kepala Lembaga Administrasi Negara(LAN) Dr. Adi Suryanto, Deputi Manajemen Kepegawaian Badan Kepegawaian Nasional(BKN) Yulina Setyawati, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Jawa Timur Siswo Heroetoto, di ruang Rapat Komite I Senayan Jakarta, Senin (15/2).

Rapat yang dipimpin oleh Ketua Komite I DPD RI, Ahmad Muqowan ini membahas pentingnya pengawasan terhadap Undang-Undang ASN No.5 Tahun 2014, hal tersebut berkaitan dengan salah satu tugas dari Komite I dalam mengawasi pelaksanaan otonomi daerah.

Muqowam menilai kedudukan ASN sangat kuat pengaruhnya dalam penyelanggaraan otonomi daerah, dengan kata lain keberhasilan ataupun kegagalan kepala daerah dalam membangun daerahnya sangat tergantung dari kinerja ASN.

   

"Pegawai ASN harus memiliki kualifikasi dan kompetensi pada profesi tertentu melalui manajemen ASN yang berdasarkan pada sistem merit, atau adanya kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kualifikasi dan kompetensi yang dimiliki oleh calon ASN mulai dari rekrutmen, pengangkatan, penempatan dan promosi, agar sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik," ujar Muqowam.

Kemudian Muqowam juga melihat dari substansi materi yang diatur dalam UU ASN, dia menaruh harapan terwujudnya ASN yang profesional, bebas dari intervensi politik, bebas praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam pelayanan publik, pemerintahan, dan pembangunan.

Namun dalam perjalannya 2(dua) tahun UU ASN ini masih ditemui beberapa kendala dalam implementasi dan belum nampak hasil yang signifikan dari tujuan semula dilahirkannya UU ASN ini.

"Salah satu yang menjadi catatan kami, belum terbitnya beberapa peraturan pemerintah dan peraturan perundang-undangan yang diamatkan UU ASN," terangya.

 

Sedangkan Cholid Mahmud Senator DIY menyoroti di dalam Undang-Undang ASN ini tidak adanya sanksi jika Undang-undang ini tidak berjalan. "Harus ada kekuatan yang memaksa dengan sanksi jika Undang-Undang ini tidak berjalan, kalau tidak bagaimana ke depannya," tegas Cholid.

Selanjutnya Ahmad Kanedy Senator dari Bengkulu mempertanyakan kenapa Peraturan Pemerintah yang mengatur Pensiun Dini ASN belum keluar dan ditemukan adanya penetapan eselon I di provinsi dan kabupaten yang semena-mena.

"Di daerah masih banyak kepala daerah yang semena-mena menempatkan para pejabat tinggi eselon I tidak sesuai dengan kompetensinya," terangya.

Diharapkan dengan adanya RDP Komite I bersama stakeholder terkait tersebut dapat mengumpulkan sejumlah permasalahan-permasalahan dalam pelaksanaan Undang-Undang ASN sejak berlaku 2 (dua) tahun, dan menghasilkan rumusan yang nantinya menjadi masukan bagi Pemerintah dalam pelaksanaan Undang-Undang ASN.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement