REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan telah terjadi banyak salah kaprah dalam penerapan konsep hak asasi manusia (HAM) karena cenderung diterjemahkan dengan melakukan kebebasan sebebas-bebasnya tanpa pembatasan.
"Saat ini banyak yang salah kaprah dan kebablasan soal implementasi Hak Asasi Manusia, dalam hal ini soal kebebasan berpendapat dan berserikat," kata Hidayat Nur Wahid, Senin (15/2).
Dia memaparkan, kebebasan telah diartikan sangat bebas seperti banyak yang menuntut soal pernikahan lintas agama, kebebasan pernikahan sejenis sampai menginterpretasikan agama seenaknya dengan berlindung atas nama kebebasan berpendapat.
Ia mencontohkan seperti munculnya fenomena Gafatar bahkan sampai ada yang mengaku Nabi serta aksi-aksi radikalisme. Padahal, lanjutnya, kebebasan dibenarkan namun dengan batasan seperti yang tercantum dalam Pasal 28 J yang berbunyi "Berkewajiban menghargai hak asasi orang lain serta tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan UU"
Sebelumnya, Setara Institute merilis riset soal kebebasan beragama atau berkeyakinan di Indonesia, dan menyimpulkan pelanggaran sepanjang satu tahun terakhir meningkat.
"Sepanjang 2015, terjadi 197 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan dengan 236 bentuk tindakan yang tersebar di seluruh Indonesia atau meningkat dibanding 2014," kata peneliti Setara Institute, Halili Hasan, dalam paparannya di Jakarta, Senin (18/1).
Pada 2014, jumlah pelanggaran sebanyak 134 peristiwa dengan 177 tindakan.
"Jadi dari satu peristiwa pelanggaran itu bisa terjadi beberapa tindakan pelanggaran, seperti intimidasi disertai perusakan barang," kata dia lagi.
Jawa Barat, kata dia, menjadi provinsi yang mencatatkan sebagai kawasan banyak ditemui pelanggaran beragama atau berkeyakinan, yaitu 44 peristiwa. Selanjutnya Aceh (34), Jawa Timur (22), DKI Jakarta (20), dan DI Yogyakarta (10).