Ahad 14 Feb 2016 03:23 WIB

Presiden Diminta Tegas dalam Revisi UU KPK

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Hazliansyah
Pengamat politik dari Lingkar Madani Ray Rangkuti dalam diskusi terkait Penggantian Antar Waktu (PAW) kepada Setya Novanto di Kantor ICW, Jakarta, Selasa (22/12).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pengamat politik dari Lingkar Madani Ray Rangkuti dalam diskusi terkait Penggantian Antar Waktu (PAW) kepada Setya Novanto di Kantor ICW, Jakarta, Selasa (22/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Indonesia Ray Rangkuti menyayangkan tidak adanya ketegasan sikap dari Presiden Joko Widodo dalam hal revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Ray meminta presiden segera mengambil sikap.

“Kalau mendukung, ya nyatakan mendukung supaya kita tahu dia (presiden) posisinya di mana. Kalau menolak ya katakan dari sekarang bahwa dia tidak akan ikut membahas revisi UU KPK dengan empat poin itu,” kata Ray saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (13/2).

 

Kepastian sikap presiden tersebut diyakini Ray akan mengakhiri kegaduhan yang ada. Terlebih, dalam beberapa hari ke depan sidang paripurna sudah digelar. Artinya, jika UU KPK tersebut dibahas dalam sidang paripurna, berarti sudah ada Amanat Presiden (Ampres).

 

“Oleh karena itu, sebelum semuanya terlanjur secara sistemik, ya presiden harus pempertegas sikapnya. Jangan bersandiwara. Ucapannya selalu menolak-menolak, tapi faktanya tidak ada aksi penolakan itu sama sekali,” ucap Ray.

 

Sebelumnya, dalam draf revisi UU KPK, terdapat empat poin yang akan direvisi, yakni penyadapan, pembentukan Dewan Pengawas, penyelidik dan penyidik independen KPK, serta pemberian kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan.

Keempat poin tersebut dianggap melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement