REPUBLIKA.CO.ID, PADANG ARO -- Jumadi (50 tahun) hanya bisa terpaku menyaksikan sawah yang menjadi tumpuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kini terendam banjir.
Sawah seluas 2,5 hektare miliknya itu rata dengan lumpur bercampur bebatuan dan kayu-kayu yang dibawa luapan air Sungai Batang Bangko. Padi yang semestinya sudah bisa dipanen pada Selasa (9/2), tak lagi bisa diselamatkan.
Ia mengetahui sawahnya menjadi sasaran amukan Batang Bangko ketika akan melakukan evakuasi enam orang warga Sungai Duo, Nagari (Desa Adat) Luak Kapau, Kecamatan Pauh Duo, Solok Selatan, Sumatera Barat, yang terjebak saat banjir bandang itu melanda.
"Saat itu, saya bersama warga ingin mengevakuasi enam orang yang terjebak banjir. Melihat sawah saya, tak tahu lagi apa yang mesti dikata. Sawah tersebut sudah tak terlihat lagi karena sudah hancur diterpa banjir," tutur Kepala Jorong (dusun) Sungai Duo ini.
Meskipun ia memiliki kebun karet yang masih bisa dijadikan harapan, namun dengan harga terus anjlok, yakni Rp 4.000 per kilogram, dirinya mesti berpikir untuk mencari pekerjaan sambilan selain mengandalkan gaji sebagai kepala jorong.
"Istri saya juga ikut membantu perekonomian keluarga dengan menjadi buruh kebun teh di Uberta, tapi tidak mungkin saya hanya mengandalkan itu," katanya ketika ditemui di Kantor Wali Nagari Luak Kapau.
Anaknya yang berjumlah empat orang, tiga di antaranya masih membutuhkan biaya untuk sekolah. "Anak saya empat, satu sudah selesai kuliah, satu masih kuliah, satu di SMA dan yang paling kecil di SMP. Seandainya biaya kuliah bisa diangsur, saya tidak akan malu untuk melakukannya," katanya.